KPK Tak Mengizinkan, Mendagri Ngotot

KPK Tak Mengizinkan, Mendagri Ngotot

Pelantikan Tersangka sebagai Bupati Gunung Mas

      JAKARTA - Pimpinan KPK akhirnya sepakat menolak izin pelantikan untuk Bupati Gunung Mas terpilih Hambit Binti. Meski begitu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tetap ngotot akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati terpilih tersebut.

                Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, ada informasi keliru terkait polemik pelantikan Hambit. Kata Johan, ada dua surat yang diterima lembaganya. Surat pertama datangnya dari DPRD Kabupaten Gunung Mas. \"Surat dari DPRD itu isinya izin pelantikan Hambit Bintih di Rutan Guntur,\" kata Johan di gedung KPK kemarin (26/12).

                Sementara surat kedua terkait SK Pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas yang dikirim Kemendagri. Nah terkait surat izin tersebut pimpinan KPK telah satu suara. Johan mengatakan pimpinan KPK menolak memberikan izin pelantikan. \"Pimpinan telah bersikap seperti itu, surat resminya akan dikirim secepatnya ke DPRD setempat,\" terangnya.

                Meski menolak pelantikan Hambit, KPK menyarankan agar pelantikan tetap dilakukan terhadap wakil bupati terpilih, Arton S. Dohong. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pelantikan bisa dilakukan agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan bupati di Gunung Mas. \"Wakil bupati bisa menjadi plt (pelaksana tugas),\" kata Bambang. Ketentuan itu, lanjut Bambang, telah diatur dalam UU No 34/2004 tentang Pemerintahan Daerah. 

      Sementara itu, Kemendagri tetap akan melanjutkan rencana pelantikan Hambit. Sebab, status Hambit sebagai tersangka tidak ada hubungannya dengan fakta jika dialah Bupati terpilih Kabupaten Gunung Mas, Kalteng. Apalagi, hasil pilkada Gunung Mas sudah dikukuhkan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa Hambit menjadi bupati terpilih.

      Staf ahli mendagri bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, pihaknya masih menunggu permintaan resmi dari KPK terkait pelantikan tersebut.

      Donny \"panggilan Reydonnyzar\" menuturkan, Kemendagri segera membicarakan lebih lanjut rencana pelantikan dengan KPK. Menurut dia, Hambit memiliki hak konstitusional untuk tetap dilantik meski sedang ditahan. Hambit terpilih menjadi bupati lewat mekanisme pilkada yang secara konstitusional tidak bisa dibatalkan.

      Yang paling mungkin dilakukan terhadap Hambit adalah tetap melantik dia dan wakilnya, kemudian menonaktifkan dia karena menjadi tersangka. \"Bagaimana mau dinonaktifkan kalau tidak dilantik (terlebih dahulu)?,\" kata Donny dikonfirmasi kemarin.

      Sesuai UU No 32/2004 tentang Pemda disebutkan bahwa seorang kepala daerah baru resmi diberhentikan jika dia menjadi terdakwa. Jika masih berstatus tersangka, maka dia hanya dinonaktifkan.

      Hal senada juga dilontarkan Mendagri Gamawan Fauzi. Dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi swasta nasional kemarin, Gamawan menegaskan jika dia akan tetap melantik Hambit. \"Pelantikan itu pintu masuk untuk menonaktifkan dia. Bagaimana dia bisa nonaktif kalau dia tidak pernah aktif,\" tuturnya.

      Gamawan menuturkan, pelantikan itu untuk menjalankan UU Pemda. Sebab, UU tersebut merupakan aturan baku dan tidak bisa diberi improvisasi begitu saja. Jangankan berimprovisasi, sekedar mengurangi prosedur saja kemendagri bisa digugat. \"Ini bukan kali pertama ada kasus semacam ini. Sudah ada empat kasus serupa sebelumnya. Kenapa yang ini berbeda?\" ucapnya.

      Bagi Mendagri, yang dikemukakan oleh pimpinan KPK maupun sejumlah pengamat merupakan pandangan. Di sisi lain, yang dilakukan pihaknya adalah menjalankan hukum. Hukum mengatakan jika semua persyaratan terpilihnya seseorang menjadi kepala daerah telah terpenuhi, maka Mendagri wajib menerbitkan SK pengangkatan.

      Sementara itu Bambang Widjojanto mengingatkan, jika kasus Hambit tergolong istimewa. \"Ini seseorang yang diduga menyuap, tertangkap tangan lagi,\" ujarnya. Memang pernah ada kasus yang hampir serupa seperti Bupati Tomohon dan Boven Digul. Namun, bagi KPK kasus Hambit tetap berbeda dengan kedua kasus lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: