Daftar Urut Keanggotaan (DUK)

Daftar Urut Keanggotaan (DUK)

Navarin Karim 

Menjelang penutupun akhir tahun 2013, jam 20.30 sampai dengan 24.00 WIB diadakan  diskusi Proyeksi tahun 2014 yang disiarkan langsung dari  teras gedung Radio  Republik Indonesia (RRI) Jambi. Tampil sebagai nara sumber adalah kepala BPS Provinsi Jambi, Ketua Ikatan Sarjana Wanita (ISWI) Jambi dan salah  anggota DPR utusan Jambi dari Partai Amanah Nasional, budayawan kondang Provinsi Jambi serta penulis sendiri. Ada hal yang menarik bagi penulis manakala dimunculkan pertanyaan berkaitan dengan persoalan promosi caleg.  Host bertanya bagaimana pandangan penulis berkaitan dengan stigma promosi caleg berbau KKN. Persoalan obyektivitas dalam pencalonan caleg memang telah menjadi buah bibir. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, teringat dengan hal yang menggelitik yaitu kasus  seorang caleg dari salah satu partai yang tidak pernah kedengaran nama dan kiprahnya selama ini di provinsi Jambi, tiba-tiba muncul sebagai caleg dan tidak tanggung-tanggung dicalonkan mewakili provinsi Jambi untuk memperebutkan salah satu kursi legislative di  Senayan (baca : DPR-RI). Setelah namanya lolos verifikasi KPU Provinsi Jambi sebagai caleg, iklannya dan kegiatan social yang dilakukannya begitu gencar jelang Pemilu. Baligho pribadinya dengan berbagai pose terpampang di tempat-tempat strategis. Penulis langsung berfikir, caleg tersebut memang memiliki amunisi yang mumpuni, sehingga biaya promosi yang hilang tersebut tidak terlalu beban baginya. Yang dipersoalkan adalah apakah caleg seperti ini sudah melalui mekanisme obyektivitas dan transparan dilakukan oleh partai?

Kembali Ke Pengkaderan.          

Apa yang disinyalir oleh Profesor Dr. Ikrar Nusa Bakti bahwa partai tidak melakukan mekanisme rekruitmen, seleksi dan pengkaderan yang baik kepada  anggota partai semakin terbukti dengan system ujug-ujug jadi calek. Fakta lain belakangan ini banyak anggota partai yang telah lama dan loyal menjadi kader partai malah banting setir mencalonkan diri sebagai caleg perseorangan (baca : Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Setelah penulis coba melakukan investigasi ada yang mengatakan bahwa sampai matipun saya menunggu di partai tersebut, belum tentu saya dipromosikan sebagai caleg, karena criteria promosi tidak jelas. Ada juga mantan kader partai yang mengatakan kalau mau dicalonkan sebagai harus bayar uang indent : wani piro?

Promosi Obyektif dan Transparan.

Melalui proses kontempalasi, penulis menemukan jawabannya :  kenapa system promosi jabatan seperti PNS masa orde Baru (yang dilupakan oleh penguasa daerah masa kini) tidak diterapkan di partai? Jika dalam pembinaan pegawai negeri Sipil ada istilah Daftar Urut Kepangkatan (DUK), maka di Partai dapat kita buat akronim Dafta Urut Keanggotaan). Dalam membuat urutan keanggotaan dapat dibuat criteria obyektif,  yaitu : pendidikan, pengalaman politik, loyalitas dengan partai, Usia, prakarsa, dedikasi, tahap penjenjangan pengkaderan yang telah diikuti.  Kriteria ini dapat dijadikan acuan oleh Devisi Sumber Daya Manusia Partai.  Kemudian seluruh criteria obyektif setiap periode tertentu dievaluasi untuk meng-update nomor urut Keanggotaan. Seluruh variable  evaluasi  diberi nilai, kemudian diambil nilai rata-rata (average) dan diurut serta diumumkan secara terang benderang (transparan).  Mulai dari nomor urut calon di level DPRD kota/Kabupaten, DPRD Provinsi dan DPR-Ri. Juga perlu dibuat aturan untuk dicalonkan menjadi caleg Provinsi disyaratkan caleg sudah pernah menjadi anggota DPRD Kota/Kabupaten, dan yang akan dipromosikan menjadi anggota DPR-RI disyaraatkan pernah menjadi anggota legislative provinsi. Jadi tidak meloncat-loncat, bahkan yang aneh penulis temukan juga. Ada anggota legislative DPRD proviinsi Jambi periode 2004-2009 pada periode 2009-2014 malah turun pangkat menjadi anggota legislative DPRD kota Jambi.

Manfaat DUK.

Pertama. Tidak ada dugaan/suzoon yang beranggapan bahwa promosi caleg anggota partai berdasarkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), karena sudah melalui mekanisme secara obyektive dan transparan. Berkaitan penentuan caleg dikenakan uang indent, berarti mencalonkan legislative yang koruptor, karena ia menyuap dan ketika ia menjadi anggota legislative akan berfikir bagaimana modal yang telah dikeluarkannya bisa kembali. Kedua : ada kepastian daftar tunggu (waiting list) kapan masa anggota partai dipromosikan menjadi caleg, ketimbang tidak ada kepastian dan buang-buang waktu (lost time).  Ketiga. Loyalitas anggota partai diharapkan akan meningkat dan anggota partaipun akan berlomba-lomba mengejar prestasi di partai. 

Penutup.

Tidak ada yang susah dalam menciptakan system yang obyektive dan transparan, semua tergantung dari niat dari pimpinan partai untuk  menciptakan system yang lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan di dunia dan akherat. Ah itu saja repot.

--------------------------

Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi dan Ketua Pelanta (NIA.201307002)

                                                                                                                   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: