Redesign Pembangunan Jambi
JAMBI - Hingga usianya yang ke 57, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi dinilai belum banyak berbuat untuk kesejahteraan masyarakat. Walau disebut pertumbuhan ekonomi Jambi menunjukkan grafik yang menanjak, namun belum cukup mensejahterakan masyarakat.
Pengamat ekonomi, Pantun Bukit mengakui, memang ekonomi Jambi semakin menggeliat dengan didorong sektor perkebunan. Namun, perekonomian saat ini hanya bertumpu pada sektor itu saja. Oleh karenanya, pemerintah perlu mendorong sektor lainnya menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
“Kita masih bertumpu 60 persen di sektor primer, yakni pertanian, tambang dan gas. Pertumbuhan ekonomi ini kan dinilai dari nilai tambah yang masih kecil. Jadi, multiplayer efeknya masih kecil,” katanya kepada harian ini, kemarin.
Selain itu, sambungnya, Provinsi Jambi juga sangat sensitif dengan inflasi. Hal ini disebabkan Provinsi Jambi masih bergantung kepada daerah lain dalam hal komoditas sembako. “Jika transportasi jelek ya harga naik. Kita bergantung kepada daerah lain. Demand lebih jauh dari suplay, makanya harga mudah naik,” ungkapnya.
Disamping itu, PDRB Jambi juga masih 67 persen. Konsumsi Rumah Tangga dan pemerintah juga sangat besar. Sementara anggaran daerah yang dipakai untuk investasi hanya 12 persen. “Industri hilir belum ada, itu harus diantisipasi. Jalan-jalan ke sektor produksi juga belum baik, relatif hanya cukup. Lalu, NTP kita selalu dibawah 100, karena hal itu,” jelasnya.
Di sisi lain, tambahnya, rasio elektrifikasi Jambi juga baru sekitar 62, 5 persen. “Ini artinya daerah kita masih defisit listrik, ini masalah serius. Lalu dermaga ekspor kita, pelabuhan belum bisa untuk kegiatan ekspor impor yang besar, jadi ini menghambat ekonomi kita,” ujarnya.
Selain itu, menurut Pantun, dari aspek birokrasi juga anggaran pemerintah masih gemuk. “Sebesar 40 persen lebih APBD untuk belanja pegawai. Artinya harus dirampingkan. Ke depan diharapkan Pemprov menggarap sektor industri hilir,” katanya.
“Ada 39 Pabrik Kelapa Sawit kita, tapi tak ada satupun hasil pertanian diolah disini, kan sayang. Ke depan harus ada industri hilirnya dibuat. Jadi nilai tambah untuk daerah jadi besar. Pengangguran, kemiskinan, lapangan kerja juga muncul ke depan,” imbuhnya.
Tokoh masyarakat Jambi, Prof Dr Havizh Aima juga menyatakan, perencanaan dan implementasi pembangunan daerah Jambi perlu diresign, atau setidak tidaknya bertolak dari sebuah kerisauan konstruktip untuk mencari alternatip bagi pembangunan Jambi kedepan. Dalam kajian dan pendalaman redesign pembangunan ini, asumsinya, variabel perencanaan dan implementasi pada pembangunan daerah adalah ibarat dua sisi dari satu mata uang.
‘’Sejatinya desakan redesign tidak hanya karena faktor dinamika internal dan eksternal yang berlangsung begitu cepat, tetapi lebih substansial, siapa yang direncanakan, diposisikan dan ditempatkan sebagai aktor utama, siapa aktor pendukung dan siapa fasilitator pembangunan daerah. Bagi saya perencanaan yang mendahulukan rakyat harus mengasumsikan bahwa rakyatlah aktor utama pembangunan,’’ ungkap Kepala Pusat Studi/Dosen Pascasarjana Universitas Mercu Buana Jakarta ini.
Fakta yang ada saat ini, lanjutnya jaringan jalan provinsi Jambi masih berorientasi dari Utara ke Selatan. Jalan yang berorientasi Nasional ini kondisinya relatip baik. Dipihak lain, pada tataran regional yang berorientasi pada AFTA, mata rantai produk kita yang bergerak dari Jambi bagian Barat ke pantai Timur belum memperoleh pelayanan yang memadai. Khabar yang menggembirakan, pemerintah Propinsi Jambi telah bertekad untuk membangun jaringan jalan Jambi yang lebih fokus melayani mata rantai produksi, dari pedesaan hingga Pelabuhan Muara Sabak, dan bahkan sudah ada rencana spektakuler untuk membuat pelabuhan di Ujung Jabung, meskipun masih memerlukan biaya yang sangat besar dann waktu yang relatif lama.
‘’Belum semua ruas jalan pada berbagai tingkatan dirakit kedalam sistem jaringan, masih banyak yang terputus. Kedua, terkadang kurang konsistensi dalam penetapan, ruas jalan mana, diwilayah mana yang didahulukan,’’ tuturnya.
Sementara itu, disisi penyelenggaraan pemerintahan juga mendapatkan kritikan. Seperti yang dikemukakan oleh Sukamto Satoto, Pengamat Pemerintahan di Provinsi Jambi. Menurutnya, hingga saat ini, kebijakan pemerintah banyak masih tak berbasis masyarakat.
“Tindakan pemerintah provinsi belum banyak menyentuh kesejahteraan masyarakat. Terbukti banyak kepala daerah terlibat kasus korupsi. Itu bentuk pemerintah blum berpihak kepada masyarakat. Terlepas dari kasus itu benar atau salah. Bahkan banyak para pejabat jadi narapidana dan mantan pejabat juga. Itu menunjukkan pejabat belum berfikir kepada masyarakat,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: