Jemput Anas, KPK Minta Bantuan Brimob

Jemput Anas, KPK Minta Bantuan Brimob

               JAKARTA - Upaya memanggil paksa Anas Urbaningrum tampaknya diseriusi KPK. Jika politikus asal Blitar, Jawa Timur, itu tidak kooperatif maka penyidik minta bantuan personel Brimob untuk membawa paksa ke gedung KPK. Meski begitu penyidik tetap berharap Anas menghargai proses hukum yang tengah berjalan dengan memenuhi panggilan pemeriksaan.

                Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, lembaganya memiliki prosedur tetap (protap) dalam memanggil paksa tersangka. Yakni, berkoordinasi dengan kepolisian, khususnya Brimob, untuk membawa seorang tersangka. “Protapnya seperti itu. Kami melibatkan Brimob untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Johan kemarin (8/1)

                Jika nantinya ada perlawanan atau upaya menghalangi membawa seorang tersangka, anggota Brimob yang akan bertindak. Meski demikian penyidik KPK juga dipersenjatai senpi saat melaksanakan penjemputan paksa.

      Johan sendiri mengatakan KPK sendiri tetap berharap Anas datang tanpa harus dijemput paksa. “Kami mengira AU (Anas) seorang warga negara yang baik sehingga kami berharap dia menghargai proses hukum. Tapi kalau hal itu tidak dilakukan ya aturannya memang harus penjemputan paksa,” jelasnya. KPK akan menunggu politisi kelahiran 15 Juli 1969 tersebut hingga Jumat siang (10/1). Jika tidak ada indikasi hadir, maka pemanggilan paksa bakal dilakukan hari itu juga.

                Saat dimintai keterangan apakah upaya Anas melemparkan isu negatif tentang pimpinan KPK merupakan bentuk tidak kooperatif, Johan enggan menanggapi. Dia tidak tahu apa maksud maksud dan tujuan pihak-pihak yang melempar isu negatif. “Yang jelas kalau dipanggil dua kali tidak hadir itu bisa dikatakan tidak kooperatif,” paparnya.

      Seperti diketahui, saat tidak memenuhi panggilan KPK, Anas malah mengirim “kurir” yakni Ma”mun Murod yang menjadi jubir Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). Pada sejumlah wartawan, Ma”mun mengembuskan isu KPK tidak independen. Alasannya pada Senin (5/1) atau sehari sebelum pemanggilan Anas, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto bersama Wamenkum HAM Denny Indrayana datang ke rumah Presiden SBY di Puri Cikeas, Bogor.

      Selain itu, Ma”mun kembali menyebut bahwa yang lebih layak ditanya soal Kongres Partai Demokrat adalah Edhie Baskoro alias Ibas. Alasannya, saat itu Ibas berperan sebagai steering committee (SC).

      Soal tudingan terhadap Bambang Widjojanto, Johan Budi mengatakan pimpinan saat ini masih rapat membahas apakah hal itu akan diteruskan ke laporan polisi atau tidak. “Pimpinan sampai sekarang masih membicarakan apakah perlu langkah hukum atau tidak,” jelasnya.

      Berbeda dengan KPK, Wamenkum HAM Denny Indrayana menempuh upaya hukum jika para pihak yang mengembuskan itu itu tidak melakukan permohonan maaf. Dia menilai tuduhan itu serius sehingga penting untuk disikapi. Apalagi tuduhan itu dengan cara fitnah untuk membela diri atas dugaan tindak pidana korupsi. “Saya tidak rela orang seperti BW (Bambang Widjojanto) yang bekerja keras untuk antikorupsi difitnah sedemikian keji,” ujar Denny melalui rilis resminya. Menurut dia tudingan itu sangat tidak benar. Bahkan Denny siap mundur jika tuduhan tersebut merupakan fakta.

      Dia memberikan waktu 1x24 pada pihak-pihak yang menghembuskan tuduhan. Ada dua orang yang dianggap menghembuskan isu itu. Selain Ma”mun, pernyataan itu juga diulangi oleh loyalis Anas lainnya Tri Dianto. Jika lewat batas waktu itu tidak ada permintaan maaf secara terbuka, Denny akan melaporkan tuduhan itu ke pihak berwajib.

(gun/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: