HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

Oleh :  Sjofjan Hasan.

                Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan di lindungi, oleh Negara, Hukum dan Pemerintahan dan setiap orang demi kehormatan seta perlindungan harkat dan martabat manusia (pasal 1 angka 1 UU Nomor 39 Tahun 1999).

                Konsep HAM secara prinsip adalah Universal, tapi dalam pelaksanaan  sistimnya berbeda pada masing masing negara, menyesuaikan dengan kondisi politik adan sosial budaya masing masing negara.Konsep HAM negara negara barat sifatnya individualisme, menitik beratkan pada Hak Hak individu sehingga melahirkan Liberalisme dan Kapitalisme. Konsep HAM Negara Komunis, menitik beratkan pada hak hak masyarakat, sehingga han individu menjadi terbatas.  Sementara Konsep HAM Indonesia, dari perspektif keperibadian dan pandangan hidup bangsa, yaitu PANCASILA,  maka konsep Ham Indonesia menjaga keseimbangan antara Hak hak individu dan Hak hak masyarakat.

                Bangsa Indonesia terdiri dari atas bermacam suku bangsa yang memiliki karakter,  kebudayaan, serta adat istiadat yang beraneka ragam, memiliki agama yang berbeda bedadan terdiri dari beribu ribu pulau di wilayah Nusantara.  Dalam proses panjang perjalanan sejarah dan beratus tahun dalam perjuangan untuk mencari jati diri, bangsa indonesia menemukan Kepribadian dan Pandangan Hidup/ Ideologi Bangsa yaitu PANCASILA. Keragaman suku bangsa, dan keragaman budaya, adat istiadat, agama, bangsa Indonesia mengikatkan diri dalam suatu persatuan dengan seloka Bhineka Tunggal Ika.

                Azas kehidupan bangsa Indonesia yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berati nilai nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang religius, yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa, nasionalisme yang humanistik  yang menjujung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai machluk Tuhan, menjujung tinggi Hak Asassi Manusia, menghargai hak dan martabat tanpa membedakan suku, ras, keturunan,status sosial maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai antar sesama, tenggang rasa, tidak semena mena terhadap sesama manusia serta menjujung tinggi nilai nilai kemanusiaan

Dalam Pembukaan UUD 1945. Aliena pertama “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segalabangsa, dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia  harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan.” Pernyataan alinea Pertama ini pada hakekatnya, merupakan pengakuan terhadap kebebasan hak untuk merdeka, pernyataan Perikemanusiaan adalah inti sari hak hak asasi manusia. Selanjutnya alinea kedua “............ negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, adil dan makmur. “  Kata sifat Adil, menunjukan kepada salah satu tujuan dari Negara Hukum untuk mencapai suatu Keadilan. Apabila prinsip Negara Hukum betul betuldijalankan, maka dengan sendirinya hak hak asasi manusia akan terlaksana dengan baik.  Alinea ketiga “ Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa......dst.” Pernyataan nilai religius dalam kehidupan bangsa Indonesia, diiringi dengan kata kata “ berkehidupan kebangsaan yang bebas “, mengandung perlindungan hak asasi dalam kebebasan bidang  politik. Selanjutnya dalam Aline keempat, menunjukan pengakuan dan perlindungan dalam segala bidang, yaitu politik, hukum, sosial, kultural dan ekonomi.

 HAM dalam pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan di jabarkan dalam Konstitusi Negara RI yaitu UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, padal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, pasal 31 ayat 1,pasal 32, pasal 33, pasal 34,sudah cukup terkandungan nilai nilai kemanusiaan, atau Hak Asasi Manusia dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Zaman Globalisasi dewasa ini, zaman kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi dunia menjadi kecil dan tanpa batas. Informasi budaya, ekonomi, dan lain lain memasuki negara negara tanpa bisa di hambat. Termasuk nilai nilai HAM yang dikembangkan mengacu ke konsep Barat,secara substansi konsep HAM yang ditawarkan sangat sempit dan terbatas, dengan menafikan kultural yang berlaku pada bangsa bangsa lain terutama dunia ketiga, seperti kita bangsa Indonesia.  Status Universal yang yang dikembangkan oleh dunia barat dewasa ini dianggap tidak fair dan bahkan sebagai upaya pelestarian dominasi Barat di dunia Internasional atau neo-imperialisme.Aklhir akhir ini pada masyaraakat Indonesia dengan alasan HAM, kebebasan berekpresi, dan kegiatan kegiatan lebih banyak bernuansa sekuler, sedang euforianya, tanpa mempertimbangkan nilai nilai kultural yang berlaku dalam suatu komunitas masyarakat.Pelaksanaan Hak Asasi Manusia sebagai suatu sistim nilai, harus memperhatikan keragaman tata nilai, sejarah, kebudayaan yang dimilikik suatu bangsa yang bersangkutan. Sebagai contoh : dalam “Universal  Declaration of Human Right”  10 Desember 1948, antara lain ;

                a.Pasal 16 ayat (1) menyatakan Kebebasan dalam melakukan perkawinan.

                b.Pasal 18 menyatakan adanya “Hak Murtad”.

                Dapat dibayangkan kalau konsep ini dipakai oleh bangsa kita, apa yang akan terjadi dengan anak cucu kita nantinya.

                Dalam akar kebudayaan bangsa Indonesia beratus tahun yang lalu, pengakuan dan penghormatan tentang hak hak asasi manusia telah ada, baik dalam  hukum adat maupun dalam  Agama. Dibandingkan Piagam HAM PBB tersebut diatas, telah lebih dahulu bangsa kita mengakui HAM dalam keperibadian dan pandangan hidup bangsa, yang dijabarkan pada Ideologi Pancasila dan UUD 1945, sementara Piagam PBB tentang HAM baru tahun 1948.

(* Penulis: Ketua STIE Muhammadiyah Jambi, anggota PELANTA)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: