>

Ekspor Gula Rafinasi Jadi Alternatif

Ekspor Gula Rafinasi Jadi Alternatif

SURABAYA-membanjirnya suplai gula rafinasi di pasar konsumsi membuat petani dan pabrik gula berbahan baku tebu terus merugi. Oleh karena itu, kalangan pabrik gula meminta agar kelebihan gula rafinasi itu diekspor.

Sekretaris Perusahaan PTPN XI Adig Suwandi mengatakan upaya untuk menekan peredaran gula rafinasi di pasar konsumsi selalu tidak berhasil. Saat ini saja gula rafinasi dengan mudah ditemui di pasar konsumsi, terutama kalau produksi gula rafinasi melampaui kebutuhan industri makanan minuman.

\"Pertama, dengan membatasi impor gula kristal mentah atau raw sugar yang digunakan sebagai bahan baku secara ketat dan taat asas diikuti sanksi hukum yang memberikan efek jera kepada perusahaan bersangkutan. Kedua, mengekspor surplus produksi ke pasar global,\" tandas dia kemarin (28/1).

Harga raw sugar di pasar inernasional relatif murah, yakni hanya 16-20 sen per lb. Sedangkan harga gula dunia USD 405-430 per ton FOB (harga di negara asal, belum termasuk biaya pengapalan dan premium). Dengan demikian, kalau diekspor masih mendapatkan margin. \"Apalagi kalau atas nama pengembangan dan industri berorientasi ekspor, industri gula rafinasi mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk 0-5 persen. Tapi itu tergantung pada struktur biaya pengolahan raw sugar menjadi gula rafinasi berikut biaya transportasi yang timbul,\" ungkapnya.

Sebelumnya Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengusulkan, untuk mencegah rembesan gula rafinasi bagi industri kecil yang tidak memiliki akses ke pabrikan dibentuk asosiasi atau koperasi. Asosiasi atau koperasi inilah yang diharapkan mendapatkan alokasi kuota dari pabrikan gula rafinasi.

\"Selama ini, pabrikan gula rafinasi dengan petani dan pabrik gula berbahan baku tebu  selalu bersitegang akibat merembesnya gula rafinasi ke pasar eceran. Apalagi hingga terdapat beda persepsi soal pasar bagi 350.000-400.000 ton gula yang menurut pabrikan gula rafinasi merupakan segmennya. Padahal kenyataannya, gula tebu banyak digunakan dengan alasan lebih manis,\" tuturnya.

Selain itu, ia juga menyindir kebijakan pengembangan industri gula rafinasi di Indonesia. Kalau arahnya terintegrasi dengan tebu seperti Thailand, Brazil, dan Australia memang tidak perlu dipersoalkan. Tetapi kalau hanya dengan mengimpor raw sugar untuk diolah tanpa tebu seperti Malaysia, Korea Selatan, dan Emirat Arab, semuanya untuk ekspor. \"Jalan tengah untuk Indonesia adalah distribusi terbatas atau langsung ke konsumen industri dan kalau ada surplus diekspor saja,\" imbuh Adig.

(res)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: