Inflasi Februari Masih Tinggi
JAKARTA-Belum selesainya musim bencana alam nasional memantik kewaspadaan berlanjutnya tren peningkatan harga-harga barang pada Februari. Sebab, dampak kondisi ini adalah lambatnya pemulihan produksi dan distribusi pangan yang memicu tingginya inflasi.
Kepala Grup Asessment Ekonomi Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi mengatakan, kewaspadaan ini lantaran pihaknya belum mengetahui seberapa lama dampak bencana pada harga-harga barang. \" Sebelumnya kami berharap (bencana) setelah Imlek beres, namun ternyata masih berlanjut,\" ungkapnya di Gedung BI, kemarin (4/2).
Karena itu, BI menilai kondisi saat ini sebagai salah satu faktor risiko. Yang mana tidak menutup kemungkinan tekanan inflasi masih bisa terjadi pada bulan kedua 2014. Lantaran itu, Doddy menyebutkan pada jangka pendek ini pihaknya akan berkonsentrasi pada volatile food sebagai komponen yang menyumbang inflasi.
Seperti data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), komponen volatile food naik 2,89 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm). Sementara peningkatan inflasi secara keseluruhan sebesar 1,07 persen mtm, atau 8,22 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
\"Volatile food lebih diwaspadai dalam jangka pendek ini, khususnya untuk daerah-daerah terdampak,\" jelasnya. Sebab itu, BI pun telah menggelar koordinasi dengan tim pengendali inflasi pusat maupun daerah yang terjadi bencana besar. Antara lain Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
Ia pun mengakui bahwa sebagian besar daerah-daerah terdampak mengalami gangguan produksi. Misalnya dikarenakan jalur pantura yang diterjang banjir terpaksa memutus rantai distribusi dari para produsen pangan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, beberapa lumbung padi di Jawa Barat juga terancam mengalami penundaan panen karena banjir. Tak hanya itu, daerah Sumatera Utara (Sumut) yang saat ini dilanda letusan gunung Sinabung adalah penghasil hortikultura. Sehingga, inflasi di Sumut pun cukup tinggi di atas rata-rata.
\"Namun untungnya tidak ada panic buying di Jakarta, seperti yang terjadi pada banjir 2007. Karena titik penjualan tetap berfungsi. Mudah-mudahan tidak ada tambahan inflasi karena kepanikan,\" tuturnya.
Sementara itu, Ekonom Asia Pacific Economic and Market Analysin Citi Research Helmi Arman mengatakan, faktor musiman seperti banjir memang telah mengganggu distribusi berbagai barang. Terlihat dari kenaikan inflasi dari Januari 2013 yang hanya 1,03 persen. \"Kalaupun inflasi secara year on year rendah, namun itu karena perubahan tahun dasar CPI (consumer price index),\" terangnya.
(gal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: