Analisis Caleg DPRD Dapil Bungo Tebo

Analisis  Caleg DPRD Dapil Bungo Tebo

(Aspek Tinjauan Popularitas dan Elektabilitas)

Oleh : Navarin Karim

Mencermati polling yang diselenggarakan Jambi Ekspres berkaitan dengan Caleg DPRD Provinsi Jambi hingga tanggal 2 Februari 2014, penulis mencoba menganalisis popularitas (dikenal masyarakat) sebagai caleg DPRD Provinsi Jambi dan  tingkat keterpilihan (elektabilitas) caleg sampai dengan batas waktu opini ini dibuat . Penulis mencoba membuat katagori  analisis dalam lima kelompok yaitu: (1) caleg populer, (2) caleg berpengalaman (incumbent) (3) caleg belum berpengalaman, (4) caleg populer dan berpengalaman  serta (5) kurang populer.  Kelima katagori ini penulis coba dalami tingkat keterpilihan berdasarkan polling.

Ada 11 nama yang dianggap sudah punya tingkat keterpilihan (elektabilitas). Dari 11 caleg tersebut ada 4 caleg (36,3%)  yang penulis anggap sudah populer karena di promosikan  media massa maupun baleho ataupun karena jabatan strategisnya, 5  caleg (45,4%) yang berpengalaman berasal dari incumbent DPRD Provinsi,  6 caleg (56,5%) yang belum berpengalaman di DPRD Provinsi,  3 caleg (23,2%) yang populer dan berpengalaman, serta 6 caleg (56,5%) dianggap kurang populer di lingkungan Provinsi Jambi.

Memaknai Hasil Polling.

Pertama. Keanehan yang paling nampak adalah :  Terdapat empat  caleg  yang  dianggap populer dan berpengalaman seharusnya akan  tinggi tingkat elektabilitasnya, malah berada pada urutan 7, 8, 9, 11. Penyebabnya diduga kurang menjaga konstituennya di daerah dapilnya, mereka terlalu sibuk beraktivitas di provinsi dalam menjalankan tugasnya dan lupa memperjuangkan fungsi agregasinya. Dust lupa dengan konstituen di Dapilnya. Kasus urutan 11, beliau sangat populer di provinsi bukan hanya karena jabatan strategis sebagai wakil ketua DPRD Provinsi Jambi, juga aktif dan kegiatan budaya Melayu. Namun tingkat elektabilitasnya berdasarkan polling berada pada urutan 11,  di duga selain persoaln harmonisasi dengan konstituennya, diduga juga karena imbas prahara yang dialami partai di tingkat pusat. Kedua. Ada satu caleg yang  sangat populer di dapil nya (urutan 1), tapi tidak pernah kedengaran namanya di tingkat provinsi. Artinya caleg ini berhasil meyakinkan masyarakat dapilnya   bahwa ia “dianggap” mampu dan menjanjikan perbaikan yang lebih baik untuk pembangunan di dapilnya. Ketiga. Hingga saat ini tidak satupun (no one) dari 11 caleg menggunakan media elektronik televise provinsi untuk bersosialisasi, apakah di dapilnya siaran televise provinsi tidak dapat diakses? Atau karena biaya sosialisasi melalui televise dianggap pemborosan?  Seharusnya sekali-sekali caleg ini memanfaatkan media televise dalam bersosialisasi.  Popularitas yang di dukung dengan program pengumpulan massa dan mengiklankan diri secara maksimal, maka hasilnya tingkat elektabilitaspun akan naik. Keempat, ditemukan ada dua caleg yang diduga punya hubungan family yang sangat dekat, tapi berbeda idiologi partai, yaitu urutan satu dan enam. Ini membuktikan sekali lagi bahwa di kabupaten saja masyarakat sudah pragmatis. Kelima. Dari caleg yang berpengalaman di tingkat provinsi, hanya satu orang yang masuk urutan 4 besar, yaitu nomor urut empat. Berdasarkan catatan penulis, beliau pernah menjadi anggota DPRD Provinsi periode 2004-2009, kemudian periode 2009-2014 tidak terpilih. Nampaknya pengalaman tidak terpilihnya beliau pada periode 2009-2014 menjadi pembelajarannya untuk kembali memperbaiki harmonisasi dengan konstituennya. Keenam. Nampaknya pengalaman saja tidak cukup kuat dapat melenggang mulus ke legislative Telanaipura, tapi kualitas diri dan reputasi, serta iklan sangat menentukan dalam meningkatkan elektabilitas. Lantas bagaimana dengan mereka yang tidak populer dan tidak punya amunisi yang kuat, seolah pasrah menunggu nasib, namun siapa tahu mereka tidak terekspos melalui media tetapi mereka menggunakan cara  yang lebih jitu, yaitu dengan berpeluh-peluh mereka melakukan strategi door to door ke rumah pemilih. Tidak populer bisa menjadi populer seketika jika aktivitasnya selalu ditayangkan di  televise dan media massa.

Ketujuh. Sebagian besar caleg (56,5%) caleg yang masuk dalam nominasi 11 besar  hasil polling caleg DPRD Dapil Bungo Tebo   menunjukkan bahwa caleg tersebut belum punya pengalaman sama sekali, baik di level DPRD Kabupaten/Kota, Propinsi maupun legislative pusat. Jika caleg-caleg ini terpilih, bukan tidak mungkin wajah baru menimbulkan masalah baru.

 

Pembelajaran Bagi Partai.

Partai di masa yang akan datang diharapkan betul-betul jeli dalam mempromosikan kader yang akan menjadi caleg.  Pertama. Walaupun caleg berpengalaman tetapi tidak berbuat apa-apa untuk rakyat/konstituennya sebaiknya tidak diajukan lagi sebagai caleg. Kedua. Promosi Caleg hendaknya melalui tahapan yang benar : jangan meloncat-loncat. Lalui mekanisme, apalagi untuk caleg DPRD Propvinsi asal dapil Bungo Tebo, seharusnya pernah menjadi legislative di Bungo Tebo. Ketiga. Partai juga harus mempertimbangkan usia caleg yang dipromosikan, karena penulis menemukan ada satu orang caleg dari Golkar usianya sekarang sudah memasuki usia uzur. Kita mengetahui bahwa aktivitas di DPRD sangat tinggi  intensitas dan tingkat keseriusannya. Hal ini jelas akan merugikan nama baik partainya, seolah pengkaderan tidak jalan sama sekali. Keempat. Partai harus punya financial yang mumpuni dalam mempromosikan caleg yang berkualitas, tapi memiliki financial terbatas.  Fakta membuktikan caleg yang kurang promosinya, tingkat elektabilitasnya jadi rendah meskipun berkualitas dan berpengalaman.  Untuk kasus berkualitas dan tidak punya amunisi ini sebaiknya dibiayai dahulu untuk kampanye dan sosialisasinya, jika ia terpilih maka ia diwajibkan mengembalikan biaya tersebut dengan cara cicilan kepada partai. Praktek seperti ini telah dipraktekkan di Negara Jerman.  Kelima. Devisi MSDM di partai harus membuat criteria obyektif dalam mempromosikan caleg, dengan adanya criteria obyektive ini diharapkan akan lebih memudahkan dalam menerapkan prinsip transparansi dalam mempromosikan caleg, dust mengurangi kesalahan bagi pemilih dalam memilih.

Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah dan Ketua Pelanta (NIA.  201307002)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: