Tipologi Pemilih

Tipologi Pemilih

Oleh : Agus S Nugroho

Kenalilah pemilih anda, ini adalah kalimat ampuh yang harusnya disemayamkan dalam diri setiap caleg yang maju dipileg nanti, kalimat sakral dan singkat ini sebenarnya sering digunakan oleh kalangan pebisnis agar lebih fokus dalam menjangkau konsumennya dalam bentuk yang berbeda yaitu mengenali konsumennya namun garis batas antara bisnis dan politik sekarang nyaris tidak berbatas, sebab strategi keduanya dalam merebut perhatian publiknya (konstituen) tidak jauh berbeda pula.

Untuk mencapai tahap ini, Firmanzah dalam bukunya, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas (2007), menegaskan perlunya diketahui lebih dulu bahwa pada masing-masing pemilih terdapat karakteristik yang membedakan antara satu pemilih dengan pemilih lain. Dalam kalimat lain karakteristik ini disebut dengan tipologi, lebih tegasnya dalam Zamroni (2007) menyebutkan bahwa tipologi adalah karakter yang unik dan spesifik yang melekat pada orang-orang tertentu yang membedakannya dengan orang lain dan pemilih adalah warga negara yang menyalurkan hak pilihnya dalam pemilihan umum.

Dari kajian secara umum tentang tipologi pemilih disebutkan ada empat tipologi pemilih, walaupun bahasa tipologi pemilih dalam penjelasan lain menggunakan bahasa yang berbeda namun sejatinya memiliki arti yang sama. Pertama; tipologi rasional pemilih ini memiliki orientasi tinggi pada lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Kedua; Pemilih kritis, jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan pemasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Ketiga; pemilih tradisional. pemilih ini memiliki orientasi ideologi, pemilih ini sangat mengutamakan pada kedekatan sosial-budaya, nilai-nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran serta lebih mengutamakan figur, kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau kontestan. Keempat; pemilih skeptis, pemilih ini tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting dan mereka, siapa pun dan partai apa pun yang memenangkan pemilu tidak akan membawa bangsa ke arah perbaikan bangsa.

Dari keempat tipologi pemilih ini dari fenomena setiap pemilu termasuk pilkada yang berjalan hingga sekarang dan terjadi dimasyarakat, menurut pengamatan penulis dapat ditambahkan dengan tipologi pemilih ekonomi oriented, pemilih pada karakter ini lebih mengutamakan kepentingan ekonomi (keuntungan), dimana mereka akan memberikan pilihan suaranya dikarenakan ada imbalan uang. Pemilih ini lagi tidak memperdulikan platform, program partai politik dan kontestan.

Pemain lama dan baru

Maka kondisi diatas menjadi pekerjaan besar bagi para caleg dan mungkin persoalan tambahan khususnya bagi kontestan yang baru terjun kedunia politik praktis. Bagi kelompok pemain lama paham betul yang menjadi basis juga tipologi pemilihnya, berbanding terbalik dengan pemain baru, mereka harus memetakan kelompok pemilih termasuk membuat tipologi pemilihnya, ini perlu sebagai cara untuk mengetahui karakter dari masyarakat pemilihnya. Misalnya, mana kelompok masyarakat yang tergolong sebagai masyarakat pemilih rasional, pemilih tradisional, skeptis dan kritis. Di sinilah diperlukan pendekatan yang tepat dalam marketing politik untuk mengetahui tipologi masyarakat pemilih sebagai cara mempermudah menanamkan pengaruh.

Mengenal dan memahami tipologi pemilih merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menerapkan marketing politik. Dari tipologi pemilih inilah kita dapat mengetahui sosok pemilih sesuai dengan pandangan politik mereka terhadap sosok parpol, ideologi parpol, serta kontestan yang sedang berkompetisi. Dan, dari situ pula kita dapat mengetahui tipe pemilih apakah memiliki pandangan subjektif atau objektif terhadap parpol atau kontestan yang ditawarkan dalam marketing politik.

Kemampuan dalam membaca pemilih diperlukan bagi setiap kontestan sebagai upaya menghindari kekalahan dan kerugian baik secara materi atau non materi. Kegagalan seorang caleg dalam masa pencalonan dan kampanye pemilu, bisa jadi karena sang caleg tidak mengenali pemilih sesungguhnya, kesalahan ini pun disebabkan banyak faktor, pertama; terlalu percaya diri tanpa ada perhitungan secara jelas terhadap pemilihnya, kedua; pemilih yang menjadi sasaran juga direbut oleh kompetitor, ketiga; tidak terampilnya sang calon dalam menghitung kemungkinan mendapatkan pemilih karena begitu majemuknya pemilih yang ada dari ideology, sosial, budaya dan lain sebagainya.

Marketing Politik dan bisnis

Jika dianalogikan dalam marketing bisnis, maka seorang pebisnis akan lebih gampang memasuki dan menawarkan kepada konsumen yang jelas-jelas sebagai pengguna (users) terhadap barang atau programnya daripada konsumen yang belum jelas bahkan antipati terhadap penawarannya. Analogi sederhana ini seharusnya bisa diterapkan dalam melihat tipologi pemilih.

Dalam artian positif, tulisan tipologi pemilih ini diharapkan akan memberikan efek positif pula untuk mengembalikan kewajiban dan memberikan dorongan dalam memilih di pemilu nanti bagi pemilih, dan ini harusnya menjadi tugas utama dari setiap partai politik dan kontestan. Sekaligus pula upaya agar tingkat partisipasi pemilu di 2014 nanti meningkat, karena prediksi pemilu nanti bisa saja terjadi penurunan. Penurunan partisipasi pemilih sangat dimungkinkan disebabkan multi faktor. Beberapa hal yang mendasari adalah tingkat kepercayaan terhadap pemimpin atau calon pemimpin negara, wakil rakyat termasuk partai politik semakin jatuh.

Kata kunci yang menjadi titik berat dari tipologi pemilih, ada beberapa sisi yang ingin dicapai yakni, meningkatkan partisipasi pemilih tidak hanya secara kuantitas saja tetapi harus dibarengi kualitas pemilih melalui pemahaman bahwa, pemilu merupakan hak seluruh warga negara Indonesia yang dijamin oleh undang-undang turut secara langsung menentukan nasib bangsa kedepan, mengecilkan tipologi skeptis, semakin memperbesar tipologi kritis dan rasional dibarengi dengan peningkatan kualitas calon pemimpin juga calon legislative secara moral, spiritual dan intelektual tanpa itu semua hajatan politik melalui tetap pemilu berjalan tapi menghasilkan (ouput) pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih tapi dengan tingkat pemilih yang rendah. Lebih jauh dari itu yang mengemuka adalah calon kontestan, calon pemimpin akan lebih menjangkau pemilih dengan strategi tipologi yang terakhir, dengan lebih membidik tipologi berorientasi ekonomi oriented yang jelas memiliki motif dan tujuan jangka pendek yakni kepuasan materi, jelas ini memberikan dampak kualitas dan pendidikan yang buruk bagi pemilih. Semoga tidak terjadi, semoga.

(Penulis  adalah Pemerhati Komunikasi dan Media, Pengajar di STISIP NH Jambi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: