Elektabilitas Hatta Rendah
JAKARTA - Tingkat keterpilihan (elektabilitas) Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa dalam bursa calon presiden hingga saat ini masih di peringkat bawah. Meski demikian, hal itu tak lantas membuat PAN mengoreksi keputusannya dalam Rakernas 2011 yang mengusung Hatta sebagai capres. Sebab, PAN memilih terus berupaya mendongkrak nama Hatta yang diyakini sangat layak jual karena kiprah dan pengalamannya.
Menurut Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PAN, Viva Yoga Mauladi, partainya jauh-jauh hari telah memutuskan mengusung Hatta karena tak mau pemilih disodori capres dengan rekam jejak yang tak jelas. Viva mengatakan, kiprah dan pengalaman Hatta merupakan modal penting untuk bisa menggaet pemilih.
Viva menegaskan, Hatta sebagai tokoh nasional sudah mendapat pengakuan secara internasional. Selain itu, kata Viva, sosok Hatta juga sarat pengalaman di pemerintahan karena sejak 2001 selalu duduk sebagai menteri. “Pengalaman mengelola pemerintahan itu penting untuk menjawab perubahan zaman yang makin kompleks di era global,” kata Viva melalui layanan pesan singkat, Minggu (2/3).
Nah, di antara sekian kiprah dan pengalaman Hatta, yang akan digenjot adalah idenya tentang konsep Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Viva menyebut konsep MP3EI yang digagas Hatta selaku Menko Perekonomian telah menjadi catatan penting bagi kemajuan pembangunan.
Menurut Viva, konsep MP3EI itu membuktikan Hatta bukan hanya mengusasi persoalan ekonomi tetapi juga menyodorkan konsep tentang kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang nasionalis dan merakyat. Hanya saja Viva mengakui, belum banyak publik tahu tentang MP3EI yang digagas Hatta. Pasalnya, Hatta juga tak mau gembar-gembor soal gagasanya itu.
“Itulah kesederhanaan sikap Pak Hatta yang tidak mau pamer atau tidak mau mengeksploitasi hal itu. Kata Pak Hatta itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya untuk bangsa dan negara sebagai seorang menteri,” beber Viva.
Karenanya, Viva mengingatkan perlunya publik mengubah pola pikir dalam mencari pemimpin. Menurutnya, popularitas dan elektabilitas bukan jaminan sosok yang dipilih bisa sukses.
Ia bakhan khawatir dengan cara-cara mendongkrak popularitas capres melalui iklan besar-besaran hingga bagi-bagi bantuan ala Sinterklas. “Ini malah bahaya bagi eksistensi Indonesia sendiri,” pungkasnya.
(ara/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: