Kritik Bully Membully di Media

Kritik  Bully Membully di Media

Semenjak masyarakat bersahabat dengan sosial media, blog pribadi  maupun keroyokan, dan  televisi dikuasai oleh  partai tertentu terjadi kesempatan untuk menyampaikan gagasan dan pendapat tanpa moderasi membuat banyak orang tergagap-gagap menanggapi fenomena saling bully membully terutama Bully verbal. Bahkan salah satu pendukung suatu partai atau toko public sengaja membuat komunitas untuk membully rival yang tidak menyukai pemimpin yang diusung dan komunitas tersebut berkerja sebagai team layaknya pasukan khusus yang bertugas membela dan kerja mereka dibayar pantastis. Kemudian Bully di media hampir setiap hari terjadi,dipertontonkan dengan vulgar dan kepanjangan. Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacup ada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari pelaku (Dr. Dian P. Aldilla, Psi.).

Bahkan tidak jarang pula bully membully menjadi anarkis, bentrok, dendam kesumat dan saling menghujat hingga meja hijau  maupun saling somasi. Seperti baru-baru ini kita lihat di gedung dewan atau antara artis yang maubertarung diring gara-gara salah berpendapat atau salah menyika pikritikan terlihat pertarungan, perselisihan dan perdebatan yang tidak produktif di media.Sesungguhnya kebebasan bisa membangun dampak positif antara lain melatih masyarakat untuk berpikir kritis, meningkatkan demokratisasi, dan masyarakat turut ambil andil dalam kemajuan Negara. Sedangkan dampak negative dalam tatanan masyarakat misalnya suasana tidak tertib, nenimbulkan perpecahan antara agama, antarpolitik, antar etnis maupun antar kepentingan.Merusak fasilitas umum dan melanggar hak orang lain. Sah-sahsaja berbeda pendapat di media, wajar-wajar saja berpendapat dengan otak yang panas tapi angan sampai otak yang panas mengerak otot untuk melakukan bully membully dalam berdemokrasi.

Banyak alasan yang mendasari tindakan tersebut  antara lain demi solideritas, teman, timsukses, simpatisan, kader, pengamat. Seakan-akan ratusan orang mendadak menjadi pakar dalam  bidang apa saja untuk mengomentari berita atau pendapat yang tersebar di media.  Masing-masing pihak tetap berpegang teguh pada keyakinan,saling mengadukan argumen, bahwa apa yang disampaikan merupakan suatu kebebasan berpendapat dan hak setiap manusia.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum “bahwa setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, barbangsa, dan bernegara.

Seharusnya menyatakan pendapat di ruang publik jangan sampai melaprak hukum yang berlaku (hukum agama, hukumadat, hukum dan Negara), tapi tanya kebebasan berpendapat jauh kesantunan sebagai kaum intelektual yaitu saling menjatuhkan dan saling membunuh karakter. Namun terkadang kita lupadan hanya mengandal kan emosi saat membully? Seperti dikatakan Aa Gym “Ketahuilah, ada tiga bentuk sikap orang yang menyampaikan kritik. Pertama, kritik nyabenar dan caranya pun benar.Kedua, kritiknyabenar, tetapi caranya menyakitkan.Dan ketiga, kritik nya tidak benar dan caranya pun menyakitkan.

Dalam pandangan Islam, seorang Muslim memiliki hak bahkan harus berpikir dan berpendapat.Padakebanyakanayat-ayat al-Qur’an menyerumanusia untuk berinteleksi, berpikir, berpendapat dan berkontemplasi tentang penciptaan semesta.

 

Bullying terjadi apabila memenuhi unsur: (1) Perilaku yang menyebabkan seseorang terhina, terintimidasi, takut, terisolasi, (2) Perilaku yang dilakukanberulang-ulang baik verbal, fisik, dan psikis, yang menimbulkan powerless, (3) Adanya aktor yang superior dan inferior, dan(4) Perilaku yang dilakukan berdampak negatif.Disisi lain jika budaya Bully Membully dimedia terus dipertunjukkan lama-lama akan menja ditradisi yang seakan-akan diperboleh,padahal sudah ada aturan bagaimana berpendapat dan mengeluarkan statement. Ini adalah contoh yang tidak perlu ditirukan dalam interaksi sosial dan jelas sekali dampak negatif dalam bersosial hingga kedepan. Akan lebih elegan berpendapat dengan menggunakan data dan faktas ehingga tidak terlihat ingin membully atau memfitnah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari badan pusat statistik menyatakan bahwa  Indonesia merupakan negara terbesar kedua yang menjadi korban terbesar bullying dan yang melakukan bunuh diri akibat bully sebesar 78% (BadanPusat Statistik.d.). Akhirnya, kembali pada pengguna media sosial atau media streaming terutama para politisi, simpatisan dan kader memanfaatkan media tersebut dengan tujuan positif dengan cara-cara santun dan tidak hanya memunculkan pencitraan maupun emosional, melainkan mencerdaskan, memotivasi, saling berbagi informasi serta idealnya dijadikan tempat pertemuan gagasan untuk melahirkan gagasan baru yang lebih baik. (Penulis adalah alumni Universitas Gajah Mada, AnggotaPalanta Jambi,  Penyiar dan Dosen)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: