Money Politics Mendominasi
JAKARTA - Menjelang akhir masa kampanye pemilu legislatif, jumlah pelanggaran pidana yang ditangani Polri melonjak. Hingga kemarin (3/4), Polri menyidik 21 tindak pidana pemilu setelah pekan lalu kurang dari 10 pelanggaran. Money politics mendominasi pelanggaran pemilu.
Hal itu diungkapkan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Herry Prastowo di sela diskusi penegakan hukum terpadu (gakkumdu) di Jakarta kemarin. Lokasi pelanggaran tersebut tersebar di banyak provinsi, mulai Sumatera Barat hingga Papua. Jenis pelanggarannya pun beragam.
Herry menuturkan, selain suap, ada pelanggaran berupa kampanye di luar jadwal, perusakan alat peraga, hingga penggunaan fasilitas negara dan keikutsertaan aparatur negara. Pelanggaran terakhir terjadi di Jateng dan Jatim. Saat ini semua perkara tersebut sedang disidik.
Herry mengelak saat ditanya seputar jaminan penyidikan kasus-kasus tersebut tidak dihentikan alias SP3. Menurut dia, SP3 juga merupakan salah satu bentuk penuntasan perkara yang diatur KUHAP. Ada beberapa penyebab sebuah kasus di-SP3. Di antaranya, tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Khusus untuk tindak pidana pemilu, ada penyebab lain yang memungkinkan kasus di-SP3. \"Kalau lewat waktu (kedaluwarsa), misalnya Bawaslu melapor ke Polri waktunya lewat (terlalu lama), kami hentikan kasusnya,\" ujarnya.
Herry mengingatkan, dalam menyidik pidana pemilu, pihaknya dibatasi waktu 14 hari untuk satu perkara. \"Hitungannya 14 hari kalender, bukan hari kerja. Saat libur kami tetap bekerja,\" lanjutnya. Berdasar pengalaman-pengalaman sebelumnya, 14 hari kerja cukup untuk menyidik pidana pemilu sepanjang bukti-buktinya juga cukup.
Untuk menyidik pidana pemilu kali ini, pihaknya menjerat para pelaku dengan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPRD, dan DPD. Penggunaan UU tersebut menyesuaikan kondisi karena saat ini yang berlangsung adalah pemilu legislatif.
Untuk pelaksanaan pilpres mendatang, yang dijadikan dasar adalah UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres. \"Prosedur penyidikannya tetap menggunakan KUHAP sebagai acuan karena itu pelanggaran pidana,\" tambahnya.
Sementara itu, anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak mengatakan bahwa peran gakkumdu sangat penting agar pelanggaran yang ada bisa segera dituntaskan. Untuk pidana pemilu, proses pengaduan masyarakat hingga sidang memakan waktu paling lama 32 hari, dimulai dari masa pengaduan yang tidak boleh lebih dari tujuh hari. Jika lebih, kasus dianggap kedaluwarsa. \"Setelah diadukan, dalam waktu lima hari harus sudah ada kepastian kasus tersebut akan dibawa ke KPU atau Polri,\" ujarnya.
Penyidikan di Polri berlangsung 14 hari, dilanjutkan penyerahan tahap I ke kejaksaan. Kejaksaan diberi waktu tiga hari untuk memeriksa berkas. Jika belum lengkap, jaksa meminta penyidik memperbaikinya dalam waktu tiga hari pula. \"Maksimal seminggu setelahnya harus dilimpahkan ke pengadilan,\" tambahnya.
(byu/c7/fat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: