Dilemakah Kaum Nahdiyin ?

 

Suaidi Asyari

 

Sebagai mana setiap menghadapi pemilihan presiden, pertanyaan kemana warga Nahdlatul Ulama (Nahdlyin) akan menjatuhkan pilihannya, kembali menjadi salah satu sorotan sangat penting, kalau tidak boleh mengatakan sorotan paling penting pada minggu-minggu menjelang pemilihan. Kemana para kiyai akan memberikan arah dukungannya akan sangat mempengaruhi sikap sejumlah pesantren, majlis taklim, majlis zikir, gerakan tariqat, mahasiswa berbasis Islam tradisional yang jumlah pengikut, warga, anggota, jama’ahnya boleh jadi merupakan segmen terbesar dari pemilih di Indonesia. Siapa dan apa saja yang dapat mempengaruhi mereka, akan sangat menentukan siapa yang akan terpilih sebagai presiden.

 

Siapa dan apa yang berkaitan dengan apa?

Untuk Pemilu Presiden 2014 ini, kelihatannya ada 4 faktor penting yang mungkin dijadikan alasan oleh mereka, para warga Nahdlyin. Pertama faktor UUD 1945, Pancasila bersama NKRI-nya. Kedua, faktor siapa yang akan mengganti siapa jika calon Presiden masih sedang menjabat. Ketiga faktor siapa yang akan menduduki menteri agama dan menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Keempat faktor keterwakilan Jawa dan non-Jawa.    

 

Bagi warga Nahdlyin, mempertahankan UUD ’45, Pancasila dan NKRI adalah harga mati. Karena itu calon yang ada kemungkinan menggadaikan 3 hal ini, seperti munculnya dukungan separatis berbasis agama, mengubah UUD ’45 dengan dasar negara berbasis agama tertentu, atau menjual aset atau kekayaan negara yang strategis kepada pihak asing akan mendapat penolakan dari Nadhliyin. Kedua pasangan calon ini sama-sama mempunyai sedikit problem dalam hal ini.

 

Sementara itu, pada faktor siapa yang akan mengganti siapa bagi calon yang masih menjabat, Hatta Rajasa sudah digantikan. Sedangkan Jokowi akan digantikan secara konstitusional oleh Ahok, Basuki Tjahaja Purnama atau dengan nama Tionghoanya Zhōng Wànxié / 鍾萬勰). Artinya, Provinsi Ibu Kota Negara akan digubernuri oleh Ahok. Meskipun faktor SARA (Suku, Agama dan Ras) tidak boleh lagi dijadikan isu di republik ini, namun tidak semua warga negara, termasuk sebagian Nahdlyin, sudah menghapuskan faktor ini dari memori mereka dalam menentukan pilihan politik untuk kepada negara. Jokowi menyimpan masalah kecil dalam hal ini.

 

Selanjutnya, faktor siapa yang akan menduduki Menteri pada Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, barangkali adalah faktor paling penting. Dari pasangan Jokowi-JK, di sana ada PKB dengan sejumlah kiyainya yang bisa menyejukkan sebagian warga Nahdlyin. Meskipun sama sekali belum tentu siapa nanti yang ditunjuk menempati dua jabatan itu jika pasangan Jokowi-JK menang, tetapi nyaris  tidak ada kekhatiran di sana.

 

Sedangkan, pada pasangan Prabowo-Hatta, barangkali warga Nahdlyin akan harus memutar-mutar otaknya, karena di sana ada Hatta-PAN-Amin Rais yang jelas ada kaitannya dengan Muhammadiyah. Bagi sebagian warga Nahdlyin, keterkaitan ini bisa saja dianggap sebagai jalan lurus bagi tokoh Muhammadiyah yang akan dikirim menjadi pembesar pada dua Kementerian yang sangat penting bagi warga NU maupun Muhammdiyah itu. Kedua kementerian ini berkaitan erat dengan segala akses yang berkaitan dengan hampir seluruh lembaga pendidikan, pelaksanaan haji, ribuan jabatan pada keduanya (kepala KUA, Guru dan Kepala Sekolah dan sejenisnya) mulai dari tingkat nasional sampai ke kecamatan, pengajian, dan kegiatan keagamaan lainnya. Ada sandungan sangat berarti bagi kedua pasangan ini sebagai pilihan terakhir warga Nahdlyin.

Bagi warga Nahdlyin, faktor keterwakilan Jawa dan Non-Jawa tidak lagi merupakan isu penting, walaupun faktor Jawanya masih relatif penting bagi pemilih berlatar belakang Jawa, tidak bagi Nahdlyin yang berlatar belakang luar Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: