>

Capres Adem Ayem, Pengacara Saling Lapor

Capres Adem Ayem, Pengacara Saling Lapor

Kelas Menengah ke Atas Pilih Prabowo

 JAKARTA- Sikap dua kubu capres-cawapres selama masa kampanye tampak masih adem ayem. Nuansa berbeda justru ditunjukkan kuasa hukum masing-masing pihak. Hampir setiap hari mereka mendatangi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk saling serang dengan melaporkan dugaan pelanggaran.

 Kemarin (17/6) anggota tim kuasa hukum Prabowo-Hatta, Habiburakhman, melaporkan iklan sebuah produk jamu yang dianggap memuat kampanye terselubung. Dalam iklan tersebut ada dua masalah yang diprotes. Yakni, penggunaan baju kotak-kotak dan gestur tubuh yang mengarahkan untuk memilih nomor dua.

 Dia menyatakan, pihaknya melaporkan iklan itu karena sudah sangat meresahkan. Baju kotak-kotak dimasukkan ke surat suara dan ungkapan Jokowi KW 2 mengarahkan untuk memilih nomor urut dua. \"Kami hanya ingin Bawaslu aktif melihat adanya dugaan pelanggaran ini,\" ujarnya.

 Kubu Prabowo-Hatta memang paling getol dalam melaporkan sejumlah masalah dugaan pelanggaran pemilu. Di antaranya, kasus pertemuan petinggi Polri dengan anggota tim pemenangan salah satu capres, dugaan curi start kampanye oleh Jokowi dalam sambutan urut nomor di KPU, dugaan kampanye hitam oleh Direktur Lembaga Survey Indonesia Saiful Mujani, dan terakhir iklan jamu tersebut.

 Sementara itu, tim kuasa hukum kubu Jokowi-Jusuf Kalla selama masa kampanye melaporkan tiga kasus. Yakni, pemalsuan tanda tangan Jokowi, dugaan ketidaknetralan babinsa, dan dugaan kampanye hitam melalui tabloid Obor Rakyat. Kuasa hukum Jokowi Sirra Prayuna menjelaskan, pihaknya mengakui bahwa memang ada kesan saling lapor antarkuasa hukum. \"Tapi, kami hanya tiga kali melapor. Semua dugaan kampanye hitam,\" ujarnya.

 Meski begitu, lanjut dia, sebenarnya pihaknya melaporkan kampanye itu untuk membangun proses demokrasi yang sehat. Diharapkan, ke depan demokrasi bisa jadi jauh lebih baik. \"Kami tidak asal lapor. Buktinya, hanya tiga kasus,\" tegasnya.

 Sementara itu, anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak menjelaskan, pihaknya berusaha menyelesaikan semua laporan itu. Jika memang terjadi, pelanggaran tersebut akan diproses sesuai dengan prosedur. Misalnya, kasus dugaan ketidaknetralan babinsa dan Polri, Bawaslu menilai tidak ada pelanggaran pemilu karena memang tidak terbukti. \"Kami bakal memutuskan sesuai dengan keterangan dan barang bukti,\" paparnya.

 Nelson mengingatkan bahwa pilpres kali ini hanya diikuti dua pasangan calon. Artinya, salah satu pasangan pasti menjadi presiden. Karena itu, dia meminta saling serang melalui kampanye hitam segera dihentikan. \"Apalagi sudah ada deklarasi damai beberapa waktu lalu,\" ujarnya.

Kelas Menengah Atas Lebih Pilih Prabowo-Hatta

 

Sementara itu, pasangan capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa lebih disukai oleh pemilih berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpendapatan besar. Artinya, partisipasi terhadap pasangan yang diusung poros koalisi Merah Putih ini berasal dari masyarakat kelas menengah ke atas.
Direktur Eksekutif lembaga survei Indo Barometer M. Qodari menjabarkan, dukungan dari masyarakat dengan tingkat pendidikan hanya tamatan Sekolah Dasar terhadap Prabowo-Hatta sebesar 24,2 persen. Berbeda dengan yang didapat pasangan capres rivalnya Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sebesar 57,3 persen.
Sebaliknya, dari masyarakat berpendidikan perguruan tinggi pasangan Prabowo-Hatta mendapat dukungan 46,5 persen. Sementara, pasangan Jokowi-JK memperoleh dukungan 39,5 persen.
\"Fenomena menarik, di mana Prabowo-Hatta unggul di kelompok pendidikan dan pendapatan tinggi. Sementara, Jokowi-JK masih leading di kelompok pendidikan dan pendapatan menengah dan rendah,\" jelas Qodari dalam jumpa pers di Rarampa Resto, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/6).
Untuk faktor pendapatan masyarakat, pasangan Jokowi-JK menjadi pilihan oleh mereka yang berpenghasilan kurang dari Rp 700 ribu per bulan. Yakni dengan dukungan sebesar 51,2 persen, sementara pasangan Prabowo-Hatta mendapat 33,6 persen.
Prabowo-Hatta unggul dalam masyarakat yang tingkat pendapatannya di atas Rp 3 juta per bulan dengan prosentase sebesar 60,0 persen. Sementara, rivalnya Jokowi-JK hanya didukung 31,4 persen masyarakat berpenghasilan tinggi ini.
\"Pasangan Jokowi-JK unggul di pendidikan di bawah perguruan tinggi dan pengeluaran kurang dari Rp 3 juta. Prabowo-Hatta unggul di pendidikan perguruan tinggi dan pengeluaran di atas Rp 3 juta,\" beber Qodari.
Namun demikian, Qodari mengingatkan bahwa faktor tersebut menjadi pekerjaan rumah pasangan bagi Prabowo-Hatta untuk dapat memenangi Pilpres 9 Juli. Pasalnya, jumlah pemilih dengan pendidikan dan pendapatan tinggi lebih sedikit daripada yang berpendapatan menengah dan rendah.
Penelitian Indo Barometer digelar pada 28 Mei-4 Juni 2014 terhadap 1.200 responden di 33 provinsi. Survei yang melalui wawancara tatap muka kuesioner dengan metode multistage random sampling mendapati tingkat kesalahan (margin of error) sebesar 3,0 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

PKB Kenalkan Jokowi ke Kiai, Kampanye di Pati dan Rembang

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: