>

Gelar Fashion Week, Berharap Potensi Wisata

Gelar Fashion Week, Berharap Potensi Wisata

Payakumbuh, Kota Kecil yang Kepincut Jadi Kota Fashion

Bukan kota utama, bukan pula pusat fashion, tetapi Payakumbuh, Sumatera Barat,  baru-baru ini sukses menghelat even fashion skala nasional. Dihadiri para pelaku dan pemerhati fashion dalam dan luar negeri, ajang itu telah mengubah paradigma orang akan sebuah promosi wisata.

 

PANJI DWI ANGGARA, Payakumbuh

 

Memiliki luas wilayah lebih dari 80 kilometer persegi dan jumlah penduduk sekitar 118 ribu jiwa, Payakumbuh menjadi salah satu kota medioker di provinsi Sumatera Barat. Terletak persis bersebelahan dengan Kota Bukit Tinggi yang mashyur dengan Jam Gadang-nya, Payakumbuh seolah hanya menjadi penyokong kebesaran kota asal Bung Hatta tersebut.

                Padahal, potensi di wilayah itu cukup besar. Tersebar merata di beberapa lini kehidupan. Sebut saja pertanian, pariwisata, perikanan, dan kini ditambah fashion. Ya, tidak salah. Potensi terakhir yang cukup menarik minat dan membuka mata wisatawan di Payakumbuh adalah di bidang fashion.

                Memang hal itu baru terasa dalam dua tahun terakhir. Tepatnya, ketika pemerintah kota berinisiatif menggelar event Payakumbuh Fashion Week (PFW). Mengadopsi kegiatan serupa di berbagai kota fashion belahan dunia, Payakumbuh memang mengkhususkan satu pekan dalam kalender tahunan untuk promosi fashion.

                Cara yang ditempuh memang tak lazim. Jika biasanya daerah mempromosikan keunggulan wilayah mereka lewat destinasi wisata, daerah bergelar Kota Batiah  itu sengaja memilih fashion. Adapun sosok yang getol menggunakan cara itu adalah Henny Yusnita Zubir.

                Istri Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi itu bahkan sampai hunting ke berbagai daerah dan kota yang sudah ikonik menyelenggarakan event fashion. ”Salah satunya ke Jember. Kota itu berhasil menarik perhatian lewat penyelenggaraan Jember Fashion Carnival-nya,” katanya kepada Jawa Pos, Jumat (27/6).

                Mengadopsi tentu bukan berarti meniru 100 persen. Bahwa mengusung semangat promosi yang sama lewat fashion memang iya. Tetapi cara yang dilakukan lebih ke arah fashion sebagai industri, bukan sekadar avantgarde. ”Kami lebih fokus pada mengenalkan fashion yang bisa dipakai umum. Baik masal maupun limited edition,” ujar dia.

                Apalagi, itu ditunjang dengan kemampuan masyarakat Payakumbuh dalam menghasilkan produk fashion, seperti sulam, bordir, hingga tenun.

                Namun, memilih jalan yang tak biasa tentu akan mendapat resistensi yang luar biasa pula. Hal itu juga yang dirasakan oleh ibu tiga anak tersebut kala mengusung idenya itu setahun silam. Orang pertama yang mempertanyakan idenya adalah sang pengambil kebijakan. Yakni, suaminya sendiri.

                Untungnya, setelah dapat menjelaskan dan mengutarakan beberapa poin positif, sang suami yang menikahinya pada 1996 itu akhirnya memberikan restu. Selesai permasalahan\" Belum! Pro-kontra langsung muncul kembali saat Henny membawa usul itu ke masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: