Royalti Batu Bara Progresif
JAKARTA - Sejak usul pemerataan royalti batu bara menjadi 13,5 persen ditolak, pemerintah kembali menggodok kebijakan itu dari awal. Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan konsep baru untuk dilaporkan kepada Kementerian Keuangan.
Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Sukhyar mengatakan, pihaknya memang belum bisa menyelesaikan kebijakan tersebut. Sebab, usul untuk menyamakan royalti batu bara menjadi 13,5 persen mendapatkan protes dari pengusaha. Karena itu, pihaknya sedang membuat skema baru yang lebih adil.
\"Awalnya kan ingin sama. Tapi ternyata tidak bisa. Kami juga harus pertimbangkan bagi yang akan bangun pertambangan bawah tanah. Tentu perlu insentif. Karena itu, harus dibahas lagi. Lalu kami sampaikan konsepnya ke Kementerian Keuangan,\" jelasnya di Jakarta kemarin (7/7).
Direktur Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Paul Lubis menjelaskan, pihaknya bakal menaikkan tarif royalti sesuai kualitas. Kebijakan tersebut hampir sama dengan aturan saat ini. Berdasar peraturan pemerintah (PP) No 9/2012, tarif royalti batu bara bagi izin usaha pertambangan (IUP) dibagi menjadi tiga.
Yakni tiga persen untuk batu bara berkalori rendah di bawah 5.100 kkal/kg; lima persen untuk kualitas sedang 5.100 kkal/kg-6.100 kkal/kg; dan tujuh persen untuk kualitas tinggi di atas 6.100 kkal/kg mencapai 7 persen dari harga jual.
\"Pemerintah telah sepakat dengan usul pengusaha dengan tetap membedakan tarif royalti berdasar kualitas batu bara. Kami memproyeksikan kenaikannya menjadi 7 pern untuk kalori rendah, 9 persen kalori sedang, dan 13,5 persen kalori tinggi,\" jelasnya.
Besaran tersebut bakal naik jika harga batu bara membaik. Menurut dia, pihaknya bakal memberlakukan tarif progresif jika harga batu bara acuan (HBA) tembus USD 80 per ton. \"Kalau harga jual sudah USD 80 per ton, kami mengenakan pungutan windfall (keuntungan). Tapi formula tarifnya belum bisa saya informasikan,\" ungkapnya.
(bil/oki)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: