Saham Kosong Milik Istri Anas Ilegal
JAKARTA - Keberadaan istri Anas Urbaningrum, Athiyyah Laila, dalam PT Dutasari Citra Laras dinilai ilegal. Sebab, dia hanya mendapatkan saham kosong dari perusahaan subkontraktor Hambalang tersebut. Athiyyah pun sebenarnya layak dimintai pertanggungjawaban.
Pakar hukum perdata Erman Rajaguguk yang dihadirkan kubu Anas sebagai saksi ahli a decharge banyak membahas legalitas sebuah perseroan terbatas. Menurut dia, tidak mungkin sebuah PT bisa sah didirikan sebagian orang dengan saham kosong.
Pernyataan Erman itu terungkap ketika ditanya majelis hakim dalam sidang lanjutan Anas Urbaningrum di pengadilan tipikor Rabu malam (3/9). \"Sebuah korporasi yang didirikan sebagian orang dengan saham kosong apakah itu dapat dikatakan sebagai perseroan terbatas?\" tanya hakim Haswandi.
Erman mengatakan, perusahaan tersebut tidak mungkin akan mendapatkan pengesahan dari Ditjen Administrasi Hukum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM. \"Sebelum ada UU Perseroan Terbatas, mendirikan perusahaan bisa dengan saham kosong. Tapi, sekarang tidak mungkin lagi karena akan dilakukan pengecekan setoran aset ke rekening perusahaan tersebut,\" jelasnya.
Erman setuju dengan pernyataan hakim yang menyatakan sebuah perusahaan bisa dikatakan ilegal jika didirikan melalui saham kosong. Jika perusahaan itu tetap beroperasi, pertanggungjawaban bisa dimintakan ke pribadi-pribadi yang ada dalam perusahaan tersebut.
Pertanyaan hakim mengenai saham kosong merujuk pada perbuatan Anas dan Athiyyah Laila. Seperti diketahui, dalam sidang sebelumnya terungkap bahwa keberadaan Athiyyah di PT Dutasari Citra Laras (DCL) ternyata melalui saham kosong. Fakta itu terungkap dalam sidang dan diakui Direktur Operasional PT DCL Roni Wijaya serta Dirut PT DCL Mahfud Suroso.
Sementara itu, dalam persidangan yang berlangsung Kamis malam (4/9), persidangan Anas dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Dalam pemeriksaan tersebut, Anas beberapa kali menjawab tidak tahu. Terutama jika dicecar terkait asal usul uang yang digunakan untuk pencalonannya sebagai ketua umum Partai Demokrat.
Anas mengatakan, komitmen awal saat bersedia maju sebagai ketua umum PD, dirinya bertindak sebagai penggantin. Artinya, Anas tidak ikut mengurusi hal-hal teknis terkait pencalonan, terutama mengenai pembiayaan beberapa kegiatan. \"Pengantin itu kan tidak mungkin mengurusi katering, cuci piring, dan lainnya. Yang mengurus itu ya komitmen para relawan,\" jelasnya.
Politikus asal Blitar tersebut mengatakan tidak bisa mengetahui dari mana dana yang digunakan para relawan. Ucapan Anas itu seolah ingin cuci tangan atas dakwaan yang menyebutkan dia menerima sejumlah uang untuk keperluan pencalonannya sebagai ketua umum.
Anas juga memiliki jawaban terkait penerimaan survei gratis dari Lembaga Survei Indonesia (LSI). Dia mengatakan bersedia menerima survei itu karena ada keinginan pribadi Direktur LSI Denny J.A. untuk mengalahkan konsultan politik Fox Indonesia milik Rizal Mallarangeng.
Rizal adalah adik Andi Alifian Mallarangeng yang ketika itu juga bertarung dengan Anas memperebutkan kursi ketua umum. \"Jadi, saya tidak minta dan tidak menjanjikan apa-apa pada Denny J.A.,\" ujarnya.
Pernyataan itu membantah dakwaan yang menyebutkan Anas menerima fasilitas survei gratis senilai Rp 478,632 juta dari LSI. Fasilitas tersebut diberikan gratis dengan catatan Anas mesti memberikan pekerjaan survei calon-calon kepala daerah dari Partai Demokrat.
Terkait dengan pembelian Harrier, Anas mengungkapkan bahwa uang itu berasal dari Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat. Dia mengaku membeli sendiri, namun semua pengurusannya dilakukan Nazar. \"Kenapa harus lewat Nazar, kan itu mobil mahal,\" kejar jaksa. Anas menjawab bahwa koleganya itu dimintai tolong karena memang sangat paham dengan otomotif.
(gun/c10/sof)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: