Pungutan OJK Capai Rp 950 Miliar
JAKARTA - Proses pungutan industri keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berlangsung. Tercatat, pungutan yang terealisasi hingga akhir Juli 2014 mencapai Rp 950 miliar. Meski telah memberlakukan pungutan, OJK diprediksi masih membutuhkan suntikan pendanaan dari pemerintah tahun depan.
Dalam rencana kerja anggaran (RKA) 2015, OJK mengajukan pagu indikatif sebesar Rp 3,581 triliun. Pagu indikatif tersebut berasal dari pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 1,745 triliun, dan pungutan industri jasa keuangan sebanyak Rp 1,836 triliun. Jumlah pagu RKA tersebut meningkat dibandingkan pagu anggaran OJK pada 2014 sebesar Rp 2,408 triliun, yang diambilkan seluruhnya dari kantong APBN.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan, saat ini operasional OJK masih mengacu pada APBN. Sementara pungutan industri rencananya untuk membiayai program kerja yang bersifat recycling. Misalnya capacity building industri jasa keuangan, pendalaman atau penetrasi pasar, hingga penguatan daya saing industri keuangan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). “Pungutan pada 2014 nantinya akan dipakai pada 2015. Sekarang masih dicatat, dan belum dapat digunakan. Karena penggunaannya juga berdasarkan konsultasi dengan DPR,” ungkapnya kemarin (16/9).
Merujuk UU No 21 Tahun 2011 tentang OJK, pungutan diberlakukan sebagai alat penegak hukum untuk meningkatkan kedisiplinan dan ketertiban pasar di sektor jasa keuangan. Ketentuan besaran pungutan pun sudah disesuaikan dengan pembiayaan OJK yang bakal mandiri pada 2017. Pada periode tersebut, OJK diharapkan tidak lagi membebani APBN.
Pengenaan pungutan sejatinya tak hanya dilakukan di Indonesia. Namun juga di beberapa negara lain yang memiliki regulator industri keuangan. Sebanyak 66 persen dari 108 regulator, mengenakan iuran tahunan berdasarkan volume bisnis. Namun, Indonesia memilih berbasis aktiva atau aset. Alasannya, penggunaan sumber daya dalam melakukan pengawasan lembaga keuangan, sangat bergantung pada skala usaha dan kompleksitas bisnis lembaga keuangan yang diawasi.
Di samping itu, ia menerangkan, penambahan jumlah anggaran pada 2015 mendatang juga dikarenakan alasan operasional. Misalnya pada 2015, untuk peningkatan pengadaan aset menjadi Rp 570,55 miliar. Ia menjelaskan, kenaikan terbesar di pos anggaran ini adalah untuk pembiayaan gedung dan peralatan yang meningkat dari Rp 75,36 miliar menjadi Rp 274,76 miliar. “Anggaran itu untuk menyewa bangunan kantor di daerah-daerah. Karena selama ini masih meminjam Gedung Bank Indonesia. Tapi karena anggaran bertambah, kami menyikapi dengan lebih baik dan transaparan atas penggunaannya,\" tuturnya.
Selain itu, pada 2015. OJK juga berencana menambah sekitar 600 pegawai baru dari berbagai tingkatan. Besarnya tambahan sumber daya manusia tersebut mengingat tahun depan, OJK mulai mengawasi lembaga keuangan mikro. Saat ini, jumlah LKM mencapai kisaran 600 ribu.
(jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: