>

Pembantu Rumah Tangga Juga Manusia

Pembantu Rumah Tangga Juga Manusia

Oleh Abd.Mukti,S.Ag 

HIDUP adalah pilihan. Begitulah kata-kata yang sering kita dengar atau bahkan kita ucapkan. Namun apakah menjadi seorang pembantu rumah tangga (PRT)adalah pilihan? Saya rasa tidak ada seseorangpun di dunia ini yang memutuskan atau bercita-cita menjadi seorang pembantu.

     Bekerja dengan keras dengan upah seadanya, jauh dari sanak saudara, sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan sudah menjadi bagian hidup sebagian dari mereka. Kalaupun ada yang tidak diperlakukan demikian, setidaknya pemahaman atau pandangan masyarakat terhadap para PRT sudah tertanam sedemikian rupa yang terkadang membuat kedudukan mereka di hati masyarakat tidak baik.

     Perlakuan yang tidak menyenangkan itu baru-baru ini menimpa pada Rahmawati (16) yang bekerja sebagai PRT di rumah majikannya, Siti Aisyah (35) di Kelurahan Tungkal Harapan, Kuala Tungkal. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, sang majikan itu tega sampai memukul, menendang, dan mencaci maki korban yang mengakibatkan fisiknya luka lebam, baik di wajah maupun di bagian tubuh lainnya. Korban yang juga tertekan secara psikis sekarang masih terbaring di RSUD Daud Arif Kuala Tungkal.(Radar Tanjab,20, 22/9 ).

Jauh dari Agama

      Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa PRT, maupun anggota rumah tangga itu sendiri : istri, anak atau mungkin suami, memang di negeri yang menganut sistem demokrasi liberal ini sering terjadi.Padahal pemicunya hanyalah masalah sepele. Tapi sang majikan tega memperlakukan PRT semena-mena tidak berperikemanusiaan.

      Mengapa demikian ? Karena mereka jauh dari nilai-nilai agama. Agama hanya ‘nyangkut’ di KTP-nya saja. Kurang mendapat perhatian dari orang tuanya saat masih remaja.Sementara lingkungan keluarga dan masyarakat selalu berorientasi pada duniawi. Sedangkan negara kurang peduli terhadap proses keislaman masyarakatnya, karena agama dianggap sebagai urusan individu.Jika menyangkut urusan sosial dan publik termasuk negara dikembalikan kepada aturan atau undang-undang buatan manusia yang penuh dengan kepentingan. Akibatnya, pergaulan hidup antar sesama, termasuk hubungan seorang majikan dengan pembantu, tidak dilandasi dengan nilai-nilai takwa.

     Padahal dalam agama (Islam), derajat manusia itu sama, tidak berkelas-kelas,tidak mengenal kasta, antara pejabat dan rakyat biasa, atau antara majikan dengan pembantu itu sama, sama-sama makhluk Allah yang mulia. Allah menciptakan manusia itu bukan untuk saling bermusuhan, tapi untuk ta’aruf, saling kenal-mengenal. Dan derajat termulia adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Firman Allah, “ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS.Al-Hujurat : 13).

     Akibat jauh dari nilai-nilai agama, seorang majikan tega berbuat semena-mena terhadap pembantunya. Majikan demikian biasanya tidak punya sifat pemaaf, angkuh dan sombong.Orientasi hidupnya hanya dunia bukan pengabdian. Ironis memang, namanya ‘tafaul’ dengan nama istri Nabi Muhammad saw Siti Aisyah, tapi perilakunya jauh menyimpang dari apa yang dicontohkan oleh baginda Nabi dan Istrinya Siti Aisyah yang taat, cerdas banyak hafal hadis-hadis Rasulullah. Majikan yang statusnya sebagai abdi negara di kantor Camat Tungkal Ilir ini, yang seharusnyamenjadi teladan bagi masyarakat. Tapi justru kontradiksi dengan status yang disandangnya. Itulah akibat jauh dari nilai-nilai agama.

Contoh Keteladanan Rasul

     Keteladanan Rasulullah  saw bukan hanya dalam beribadah, tapi juga dalam memperlakukan pembantunya.Sebagai Muslim-Muslimah sudah seharusnyalah mencontoh keteladanan Beliau dalam semua aspek kehidupannya, termasuk dalam memperlakukan PRT. Oleh Rasul saw, PRT diperlakukan sebagai manusia yang terhormat dan dianggap sama seperti keluarganya sendiri.

Sejarah menyebutkan, adalah Anas bin Malik ra. sebelum menjadi Mufti dan Ahli hadist, beliau adalah pembantu Rasulullah saw (Khadim ar-Rasul). Anas sering mengisahkan, bahwa majikannya (Rasulullah), memperlakukan dirinya layaknya anggota keluarga, tidak memandang rendah padanya karena ia pembantu.

      Pada suatu hari Rasulullah menyuruh Anas membeli sesuatu, maka pergilah ia ke pasar. Di pasar, Anas melihat anak-anak yang sedang bermain, dan ia-pun tertarik ikut bermain bersama mereka (saat itu anas juga masih kecil). Karena terlalu lama menunggu, akhirnya Rasulullah menyusul Anas ke pasar, dan memergoki Anas melalaikan tugasnya, malah asyik bermain-main.

     Apa yang dilakukan Rasulullah terhadap pembantunya itu?  Betapa kagetnya Anas, karena tiba-tiba ada yang mengangkatnya dari belakang. Ketika ia menoleh, ternyata Rasulullah saw, majikannya. Anas langsung pucat pasi, ia tahu kesalahan yang telah ia perbuat, dan ia sudah siap bila Rasulullah marah atau menghukumnya. Namun sama sekali tidak, Rasulullah justru tertawa lalu bertanya dengan lembut sambil jongkok dan memegang kedua bahu Anas; “Wahai Unais, apakah kamu sudah kerjakan apa yang aku perintahkan?”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: