WamenkumHAM Diperiksa Kejagung
Beberkan Kasus Gratifikasi Dirjen AHU
JAKARTA- Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus gratifikasi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM). Kemarin (29/9) penyidik melakukan pemeriksaan kepada WamenkumHAM Denny Indrayana. Denny diperiksa sebagai saksi atas perkara tersebut.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Tony T. Spontana membenarkan pemeriksaan tersebut. Dia mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap Denny dijadwalkan pukul 10.00. \"Hari ini (kemarin, Red.) pukul 10.00 penyidik akan memeriksa Denny Indrayana WamenkumHAM,\" ujarnya.
Tony mengatakan selain Denny, penyidik juga memeriksa dua tersangka dalam kasus itu. Yakni Mantan Direktur Perdata Lilik Sri Hariyanto dan Kepala Sub Direktorat Badan Hukum (Notariat) Nur Ali. \"Keduanya juga menjalani pemeriksaan hari ini (kemarin). Penyidik akan meminta keterangan gratifikasi yang mereka terima,\" jelasnya.
Namun, pada pukul 10.00, belum ada tanda-tanda kehadiran Denny. Awak media pun berusaha menunggu kehadiran Profesor Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada itu. Setelah ditunggu selama tiga jam, akhirnya Denny muncul mendatangi panggilan penyidik. Dia datang bersama asisten pribadinya pada pukul 13.40.
Setelah turun dari mobil Nissan Teana bernopol RI 110, Denny langsung masuk menuju gedung bundar. Saat ditanya terkait pemeriksaan apa, pria yang mengenakan baju safari warna coklat dan sepatu kets warna biru itu tidak mau berkomentar banyak. \"Saya mau ke pidsus dulu. Nanti saya berikan keterangannya,\" jelasnya.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono mengatakan bahwa memang penyidik mengagendakan pemeriksaan terhadap Denny. Yakni terkait kasus gratifikasi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU)Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM). Namun dia tidak mau menjelaskan secara detil tentang gratifikasi itu. \"Nanti lebih jelasnya tanya Direktur Penyidikan (Dirdik) saja,\" ujarnya.
Ternyata pemeriksaan terhadap Deny tidak berjalan lama. Dia hanya diperiksa selama 15 menit. Usai diperiksa Denny bersama Dirdik Suyadi langsung memberikan keterangan kepada para wartawan di depan Gedung Pidana Khusus .
Dalam keterangannya, Denny menjelaskan rencana dia akan diperiksa terkait saksi dalam perkara tersebut. Namun, dia mengajukan penangguhan pemeriksaan. Pasalnya, ada beberapa pekerjaan yang harus selesaikan. \"Saya disuruh presiden untuk mengkaji UU pilkada. Besok pukul 12 malam saya harus melaporkan hasil kajian itu kepada Presiden,\" ujarnya.
Denny menjelaskan jadwal pemeriksaan akan diganti lain waktu. Dia dan kejagung sudah bersepakat terkait tanggal pemeriksaan. Nantinya, pria yang berasal dari Kota Baru Kalimantan Selatan itu akan dimintai keterangan pada hari Jumat (3/10).
Disinggung mengenai perkara gratifikasi itu, Denny akhirnya mau menjelaskan. Menurut dia, kasus itu berawal dari laporan masyarakat. Tepatnya pada September tahun lalu (2013). Saat itu sang pelapor mengatakan bahwa pelapor itu mengaku harus menyerahkan sejumlah uang kepada petugas KemenkumHAM untuk ditetapkan sebagai notaris.
Mendengar aduan itu, Denny memanggil pelapor ke kantornya. Ketika ditanya, pelapor itu mengatakan pihaknya sudah menyerahkan uang sebesar Rp 120 juta kepada oknum pejabat KemenkumHAM itu. Berdasar laporan tersebut, Denny dan staf ahli Zamroni lalu melakukan penyelidikan di internal KemenkumHAM. \"Akhirnya kami mendapatkan dua tersangka yakni Mantan Direktur Perdata Lilik Sri Hariyanto dan Kepala Sub Direktorat Badan Hukum (Notariat) Nur Ali.
Dua orang itu akhirnya diperiksa oleh Denny. Mereka berdua mengaku meminta uang pelicin untuk menetapkan orang menjadi notaris. Pada 4 Oktober lalu, tim internal KemenkumHAM akhirnya menggeledah apartemen Lilik di Kalibata. \"Kami menemukan uang sebesar Rp 95 juta. Uang lainnya Rp 25 juta sudah dibagi dua,\" tuturnya.
Berbekal barang bukti dan tersangka itu, Denny langsung melaporkan kasus itu ke KPK. Setelah diperiksa, KPK belum bisa menemukan adanya pelanggaran di dalam perkara itu. Akhirnya kasus itu pun di serahkan kepada Kejagung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: