Pesan Al-quran Mengenai Kerusakan Lingkungan
Oleh: Dr. Supian, S.Ag., M.Ag
Hampir 1 bulan terakhir ini, Provinsi Jambi khususnya dan Indonesia pada umumnya, terutama Sumatera dan Kalimantan sedang mengalami musibah, yakni kabut asap akibat terjadinya pembakaran lahan dan hutan. Sebagai umat Islam, hal ini di samping sebagai musibah, juga bermakna peringatan yang datang dari Allah SWT kepada umat manusia. Kerusakan di muka bumi sesungguhnya tidak lain adalah ulah perbuatan manusia, yang pada akhirnya akan dirasakan akibatnya oleh manusia sendiri. Musibah banjir atau kabut asap yang sekarang masih menyelimuti Jambi, secara ilmiah disebabkan oleh perbuatan manusia, yakni menebang hutan dan membakar hutan. Dalam QS. Al-Ruum/30:41: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan aspek lingkungan, ajaran Islam mengajarkan nilai-nilai yang berkaitan dengan lingkungan ini, dimulai dari kajian yang paling dasar dan mendasar, seperti budaya bersih dan tidak melakukan kerusakan di muka bumi. Manusia sebagai khalifah di muka bumi yang diamanahkan oelh Allah SWT memiliki tugas berat dalam menjaga dan melestarikan alam, meskipun dalam Al-Quran diceritakan bahwa makhluk Allah SWT yang lain, yakni malaikat menyampaikan “protes”nya dengan mengatakan bahwa, untuk apa Allah SWT menciptakan manusia yang diprediksi akan melakukan kerusakan di muka bumi (yufsidu fil ardh) dan melakukan pertumpahan darah (yasfikud dima”), dua prediksi malaikat menyangkut perilaku manusia yang sekarang diyakini sudah terbukti kebenarannya. (lihat QS. Al-Baqarah/2:30)
Di dalam Al-Quran Allah SWT telah memberikan gambaran dan petunjuk yang sangat jelas mengenai alam dan lingkungan yang menjadi landasan dasar sikap manusia terhadap alam semesta dan lingkungan;
Pertama, Ayat-ayat yang menyebutkan tentang gambaran alam, tujuan penciptaan alam dan keutamaan-keutamaan serta nikmat-nikmat Allah SWT yang didapatkan oleh manusia melalui alam dan lingkungannya (lihat QS. Al-Nazi”at/79: 23-33, Al-Anbiya/21: 16-18, Ad-Dukhaan/44: 38, Al-Baqarah/2: 22 dan QS. Shaad/38: 27).
Kedua, Ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan –dan menjelaskan tentang—lingkungan dan sumber-sumber kehidupan manusia, seperti air, tanah dan udara (Lihat QS. Al-Ahqaaf/46: 3, Al-Nuur/24: 40 dan 43, Al-baqarah/2: 164, Al-Baqarah/2: 60, Al-Anbiya/21: 30, Al-Nuur/24: 45, Al-Nahl/16: 79, Thaha/20: 53 dan QS. Ibrahim/14: 32).
Ketiga, Ayat-ayat yang menjelaskan tentang kerusakan lingkungan, manusia yang sering tidak memperhatikan lingkungan, sikap manusia yang sering bertindak sewenang-wenang dan bahkan kerusakan lingkungan tersebut sebenarnya adalah akbat dari perbuatan manusia (Lihat QS. Al-Baqarah/2: 22, al-Ruum/30:41-43, Al-Baqarah/2:205 dan QS. Al-”Alaq/96:6-7.
Keempat, Ayat-ayat yang menjelaskan agar manusia menjaga makanan, menjaga lingkungan dan memberikan keseimbangan terhadap ekosistem jagad raya ini (lihat QS. Al-Baqarah/2: 167, Al-Baqarah/2: 267, al-Rahmaan/55: 7-11 dan QS. Luqman/31: 20).
Paradigma pemikiran manusia dewasa ini yang menganggap bahwa alam dan lingkungan hidup adalah harta berlimpah yang disediakan sebesar-besarnya untuk kepentingan kemakmuran umat manusia, sehingga alam dengan seluruh isinya dieksplorasi dan dan ekploitasi melampaui batas dan mengabaikan aspek keterpeliharaan dan keberlanjutan lingkungan dan merusak sumber daya alam itu sendiri. Akibatnya terjadi berbagai kerusakan lingkungan yang sudah sampai pada titik yang sangat mengkhawatirkan.
Oleh karena itu perlu adanya penafsiran ulang atas paradigma itu, bahkan dirasa perlu adanya revolusi spiritual keagamaan dalam menyelamatkan alam dan lingkungan hidup ini, dengan menghadirkan paradigma baru, yakni menambah aspek kecintaan manusia kepada alam (falling in love with world), kemudian menumbuhkan kesadaran bahwa alam dan lingkungan ini adalah titipan anak cucu kita, seribu bahkan sejuta tahun yang akan datang, bukan warisan dari nenek moyang kita, agar kita tidak merusak lingkungan. Dan pada titik akhirnya hendaklah memasukkan nilai spiritual Islam ke dalam pemahaman, kajian serta kebijakan manusia terhadap alam dan lingkungan hidup, tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan berakhir pada krisis lingkungan.
Seyyed Houssein Nasr, yang terkenal dengan gagasan a sacred science, menrangkan bahwa berdasarkan pengetahuan profetis Islam, maka Islam menganjurkan penganutnya untuk tidak menaklukkan alam, dalam arti mengeksplorasi sumber daya alam secara brutal, yang berdampak kerusakan parah terhadap lingkungan, dan dampak turunannya seperti banjir dan bencana asap ini. Manusia dapat dan dibolehkan memanfaatkan sumber daya alam sesuai dengan perintah Allah SWT di dalam Al-Quran. Oleh karena itu umat Islam harus menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai spiritualitas lingkungan dengan mengejawantahkan ajaran-ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW tentang pelestarian lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
Islam menekankan bahwa Allah SWT mengajarkan di dalam Al-Quran bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi, tidak hany untuk memikirkan kepentingan dirinya, kelompoknya atau bangsanya saja, tetapi ia juga harus memikirkan kemaslahatan semuanya, termauk alam dan lingkungannya. Menarik untuk diambil kata hikmat seorang spiritualis Islam, Ibn al-”Arabi yang menyebutkan bahwa konsep cinta Tuhan melalui alam, karena melalui alam Tuhan “menampak”kan diri-Nya dan “memperkenalkan” diri-Nya. Sehingga bagi manusia mencintai alam berarti mencintai Tuhan dan apabila mencintai Tuhan harus pula mencintai alam.
Etika Al-Quran terhadap alam mengantarkan manusia untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian alam dan tidak merusak alam. Lebih luas lagi, bagi kita umat Islam, harus melihat alam dan lingkungan hidup secara keseluruhan sebagai nikmat dan anugerah Allah SWT yang wajib disyukuri, mensyukuri nikmat alam ini, yakni dengan menjaga kelestariannya dan tidak merusak alam dengan semena-mena, termasuk aksplorasi dan eksploitasi yang tidak memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutannya. Umat Islam harus melihat alam semesta ini sebagai amanah yang diberikan oelh Allah SWT untuk dijaga, dicintai dan dimuliakan.
Bahwa bumi ini adalah ciptaan Tuhan, dan segala ciptaan Tuhan itu harus dipelihara, dimuliakan dan disayangi, menyayangi bumi berarti menyayangi Tuhan, dan merusak bumi berarti tidak menyayangi Tuhan. Sebagaimana Nawal Ammar yang menulis tentang Islam and Deep Ecology, mengajukan premis; “everything on earth is created by God, everything that God creates reflects His sacredness, and that everything on earth worships the same God”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: