Hijrah; A Spiritual Journey

Hijrah; A Spiritual Journey

Dr. Supian, S.Ag., M.Ag

(Dosen PAI Universitas Jambi/Ketua Prodi Ilmu Sejarah FIB Unja)

 

Menyambut 1 Muharram 1436 H, tidak terasa, kita sudah akan meninggalkan tahun 1435 H dan akan segera berada dalam tahun 1436 H. Peristiwa Hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah yang menjadi tonggak sejarah sangat penting dalam sejarah Islam. Perjalanan Hijrah Rasulullah SAW bersama dengan sahabat beliau Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sebelumnya telah didahului oleh para sahabat yang melakukan hijrah meninggalkan kota Mekah. Perjuangan dakwah Rasulullah dalam mengajarkan tauhid, menyembah Allah SWT dengan penuh kecintaan dan ketaatan atas dasar iman di kota Mekah, berbuah penolakan, pembangkangan, bahkan ancaman pembunuhan bagi para sahabat dan diri beliau sendiri, sehingga mengharuskan kaum mukminin dan beliau untuk melakukan hijrah.

Ketika melalui kembali tahun baru hijrah, marilah berhenti sejenak untuk merenungi dan mengambil pelajaran dari perjalanan hijrah dalam realitas kehidupan saat ini. Hijrah bukanlah suatu peristiwa biasa, tetapi memiliki dampak yang mendalam bagi perjalanan sejarah. Peristiwa hijrah yang datang dan diperingati pada setiap tahun, bukan sekedar seremonial belaka, namun lebih dari itu, bermakna keharusan memperbaharui kembali komitmen keislaman kita dan selanjutnya memperbaharui hidup dan kehidupan spiritual kita. Maka dengan demikian akan menjadi baiklah kehidupan ini dari hari kemarin, dan hari esok akan lebih baik dari hari ini, bertambah pula semangat untuk melakukan kebaikan dan perbaikan diri, melakukan perubahan dalam semua aspek kehidupan ini menjadi lebih baik.

Para sahabat berhijrah dengan sembunyi-sembunyi menuju kota Madinah, kecuali Umar bin Khattab yang berhijrah dengan terang-terangan. Umar keluar dari rumahnya, lalu naik ke atas bukit sambil berseru lantang: “Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anaknya, atau istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim piatu, maka silahkan menghadangku di balik lembah ini.”  Tak ada satu kaum musyrik Mekah yang berani keluar menghadang beliau. Rasulullah dan Abu bakar kemudian menyusul ke Madinah setelah semua kaum muslimin berangkat berhijrah dengan penuh perjuangan dan perencanaan yang tepat. Perjalanan spiritual Rasulullah SAW, sahabat Abubakar, sahabat Umar dan kaum muhajirin lainnya merupakan langkah yang tidak hanya dapat dimaknai secara fisik, tetapi juga secara maknawi.

Di antara beberapa pelajaran dari peristiwa hijrah adalah: Pertama, Hijrah mengajarkan kaum muslimin untuk mempertahankan tauhid dan keimanan mereka dengan mengorbankan apa yang mereka miliki. Pelajaran yang paling berharga dari kisah Hijrah Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah betapa mereka sangat kuat dalam mempertahankan keimanan mereka. Apapun mereka lakukan asalkan keimanan bisa dijaga. Di dalam kisah hijrah kita mendapati banyak contoh bahwa para sahabat rela mengorbankan apa saja demi mempertahankan keimanan mereka. Orang-orang musyrik Mekah melarang mereka untuk membawa harta benda mereka, dengan mengatakan: “Silahkan anda pergi meninggalkan Mekah, namun jangan pernah membawa hartamu”. Sahabat Abubakar mengorbankan semua hartanya, mengerahkan semua potensi yang dimilikinya, bahkan keluarga dan anak-anaknya untuk ikut serta dalam membantunya untuk menyukseskan hijrah tersebut. Tentu hal ini tidak bisa dinilai, melainkan dengan kacamata iman.

Tentu para sahabat, sangat memahami keutamaan menjadi orang beriman dan mempertahankan keimanan mereka. Mereka faham bahwa dengan berbekal keimanan, maka Allah SAW akan bersama mereka. Oleh karenanya, untuk kebahagiaan itu mereka rela meninggalkan harta benda yang mereka miliki demi berangkat hijrah dengan bekal seadanya, dan menebus dengan apa saja yang  mereka miliki. Allah berfirman: “orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. Attaubah: 20)

Kedua, Hijrah membangun masyarakat yang penuh berperadaban. Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, pertama kali yang dilakukannya adalah membangun masjid. Masjid dijadikan sebagai pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia. Sehingga melahirkan manusia-manusia yang luar biasa, berakhlaq mulia, manusia berilmu dan dekat dengan penciptanya. Tidak cukup sampai di situ, setelah membangun masjid, Rasulullah SAW kemudian mempersaudarakan antara kaum Anshar dengan kaum Muhajirin sehingga terbangun ukhuwwah Islamiyah, melahirkan komunitas yang solid dan persaudaraan yang kokoh dalam bimbingan Rasulullah. Rasulullah juga membangun pasar untuk kaum muslimin, karena saat itu pasar di Madinah masih dikuasai oleh orang-orang Yahudi yang dapat menentukan harga sesuai dengan keinginan mereka. Maka di bawah pemerintahan Rasulullah masyarakat Madinah dapat hidup makmur.

Kemakmuran suatu negeri dapat terwujud jika penduduk suatu negeri tersebut beriman dan melaksanakan perintah Allah dengan sebenar-benarnya. Maka sebaliknya, jika suatu negeri banyak terdapat kesyirikan, kemaksiyatan, perjudian, perzinahan dan pornografi, kerusakan akhlak semakin meraja lela, maka bagaimana mungkin rahmat Allah SWT akan turun. justru musibah demi musibah yang akan melanda. Allah berfirman: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raaf: 96)

Ketiga, Perjalanan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah merupakan momentum awal untuk kemenangan Islam atas jahiliyyah. Melalui proses hijrah Nabi Muhammad melakukan konsolidasi untuk membangun masyarakat Islam, yang berkeadilan. Islam hadir untuk memberikan rasa keadilan pada manusia. Menerapkan nilai-nilai dan azaz rahmatan lil’alamin. Maka syari’at hijrah sama persis dengan syariah-syariah Allah lainnya, yaitu tetap berlaku sepanjang zaman. Selama masih ada denyut kehidupan manusia, selama itu pula syariat hijrah harus ada. Karena tuntutan hijrah adalah transformasi nilai dan reformasi segala aspek kehidupan dan penghidupan manusia ke arah yang lebih baik dan berkualitas menjadi muslim yang hakiki.

Hijrah menjadi moment perpindahan dan perjalanan spiritual menuju kehidupan yang dirahmati dan diridhai oleh Allah SWT. Menginggalkan kesalahan dan kekurangan masa lalu, untuk berbenah secara spiritual menjadi mukmin yang sempurna. Semoga spirit itu dapat menghinggapi setiap getar hati kaum mukmin untuk menghijrahkan hatinya menuju keadaan yang lebih baik. Dan 1 Muharram 1436 H ini sekaligus menjadi moment perpindahan pemerintahan negeri ini dari SBY ke Jokowi, harapan semua warga bangsa semoga juga perpindahan yang membawa kebaikan dan kemajuan bangsa di masa depan.

Wallahu A’lam bi al-Shawab

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: