Dinamika Umat, Dinamika PPP

 Dinamika Umat, Dinamika PPP

Oleh : Wenny Ira R

                Sepanjang tahun politik 2014 ini, mengemuka di ruang public Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan dinamika internal dan eksternal kepartaiannya yang sangat menyita perhatian public. Partai dengan lambang Ka’bah dan slogan pengusung azas keislaman ini, mewarnai dinamika politik tahun 2014, sebagaimana wajarnya partai politik merebut perhatian di ruang publik untuk menyuarakan kepentingannya berebut kekuasaan bersama partai lainnya di lembaga politik pemerintahan.

                Sebagaimana diketahui, bahwa sorotan terbesar public terhadap PPP adalah ketika ketua umum partai Surya Dharma Ali (SDA) terseret kedalam kasus korupsi dana penyelenggaraan haji, kemudian berlanjut ke manuver SDA yang hadir pada kampanye partai Gerindra menjelang pemilihan umum legislatif April 2014. Dari sini konflik politik partai mulai menyeruak kehadapan public, dengan menuai beragam komentar, terutama komentar negative terhadap eksistensi PPP.

                Belum berakhir kemudian public disuguhi dinamika internal PPP yang terpapar sangat jelas diruang public melalui media social dan media elektronik serta cetak, dimana terpecahnya kondisi internal PPP kedalam dua kubu SDA dan Rhomahurmuzy yang lengkap dibumbui isu pembelotan, penggulingan, dan perebutan kekuasaan di internal partai. Fenomena ini kemudian terbawa hingga akhir penyelenggaraan pemilu presiden dan saat berjalannya koalisi yang terbentuk dalam penyelenggaraan kekuasaan di pemerintahan.

                Komentar miring dan sinis kemudian lebih banyak dilabelkan pada PPP apalagi ketika kebijakan politiknya memutuskan untuk melakukan manuver dengan berpindah dari Koalisi Merah Putih ke Koalisi Indonesia Hebat karena kepentingan mengejar jatah kursi kekuasaan, dan saat ini dengan diputuskannya secara tetap untuk mendukung pemerintahan Jokowi-Yusuf Kalla dimana di koalisi terakhir ini PPP mendapatkan jatah satu kursi di kementrian. Berbagai kalangan berpendapat, PPP telah melakukan tindakan inkonsistensi yang melukai konstituennya pada pemilihan umum sebelumnya, lebih daripada itu PPP ternyata hanya mementingkan kepentingan ambisi kekuasaan semata.

                Apalagi dengan adanya  perseteruan dua kubu SDA dan Rhomahurmuzy yang memuncak dan juga saling tanding kekuasaan melalui dua muktamar yang di gelar, dan saat ini satu muktamar telah berhasil mengangkat Rhomahurmuzy sebagai ketua umum PPP. Suara public kemudian lebih banyak yang tertuju untuk menghabisi integritas PPP sebagai partai politik yang di satu sisi punya amanat untuk menyuarakan suara rakyat dan membawanya ke proses politik pemerintahan.

                Namun demikian PPP adalah bagian dari dinamika ke-Indonesiaan kita. Apa yang terjadi pada PPP, sepatutnya masyarakat Indonesia kader ataupun bukan kader, simpatisan ataupun bukan, tidak dapat menutup mata dengan dinamika yang terjadi pada PPP. Pun juga tak sepatutnya memberikan saran untuk menyingkirkan jejak rekam PPP dalam dunia politik KeIndonesiaan kita. Lebih ekstrim lagi adalah menilai PPP tidak lagi dapat mencerminkan keIslaman dalam arti sempit dan simbolis.

Kita telusuri secara historis bagaimana PPP terbentuk dan mempunyai jejak rekam dalam politik keIndonesiaan kita. Secara historis PPP adalah partai politik yang merupakan produk fusi orde baru pada masanya dari berbagai organisasi Islam yang tumbuh dan berkembang di tanah air, dan memiliki ciri gerakan sipil keagamaan di masyarakat yang begitu progresif. Sebut saja misalnya didalamnya kita menemukan Nahdatul Ulama sebagai bagian terbesar civil religion di Indonesia, kemudian PERMUSI, SI, Muhammadiyah, dan lain sebagainya. Organisasi Islam ini merupakan ciri dari adanya dinamika umat Islam di tanah air yang tumbuh dan berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan umat. Dan mereka pun bukan organisasi keagamaan semata yang berbasiskan kepentingan golongan. Mereka turut hadir menyeruak batas kesadaran umat terhadap kondisi panjang yang di alami Indonesia, untuk merdeka dari penjajahan, untuk kesejahteraan umat, untuk pendidikan yang lebih baik, untuk melawan ketertindasan, untuk menegakkan nilai kehidupan bermasyarakat.

Indonesia merupakan salah satu Negara dengan umat Islamnya yang terbesar di dunia. Tidak mudah memang menyandang gelar sebagai Negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam. Meskipun label negative selalu dicirikan kepada umat Islam, tetapi pernahkah kita memahami bahwa justru umat Islam adalah umat yang paling dinamis di muka bumi dengan segala permasalahan kemasyarakatannya. Umat agama lain mungkin tidak akan sanggup menampung dinamika sebesar dinamika pergerakan umat Islam, hingga kepada label negative yang dilekatkannya seperti terorisme, miskin, konservatif, dan lain-lain. Tetapi pada kenyataannya ujung kesadaran kemanusiaan masyarakat justru tergugah pertama kali oleh karena keberadaan umat Islam, pada masa pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia contohnya dimana kesadaran kemerdekaan didapat secara progresif dari umat Islam.

Jika hal ini kita kembalikan kepada fenomena PPP dan dinamikanya, kita dapat melihat bahwa PPP setidaknya masih merupakan cermin dari dinamika umat Islam di negeri ini apakah mereka bukan kader, bukan partisipan sekalipun. Dinamika PPP internal ataupun eksternal adalah cermin bagi umat Islam terhadap kondisi kekinian umat. Sekaligus rantai konsekuensi kiprah politik umat di gelanggang politik arena kekuasaan.

Secara naïf PPP adalah cermin dinamika umat yang berhadapan dengan kondisi kekinian, dimana kondisi global, liberalisme, kapitalisme mengakar. Umat Islam berhadapan dengan kondisi itu dari berbagai bidang, terutama politik sedang menggeliat mencari ruang yang telah semakin sempit tanpa adanya kepastian identitas dalam kehidupan social bersama khususnya di ruang Negara. Salah satu kegelisahannya di wujudkan dalam gerakan politik kekuasaan. Selain daripada itu, kondisi internal PPP juga cermin, bahwa generasi muda Islam sedang bertumbuh mencari tempat disempitnya ruang, dan terpaksa harus bersinggungan dengan generasi tua, dan kaum kepentingan yang terus mendesak menghabisi integritas kemasyarakatan.

Tidak ada pilihan partai politik selain orientasi kekuasaan, demikian juga dengan PPP dengan segala manuver politiknya, karena sewajarnyalah demikian lembaga politik berbuat.Bagaimana PPP mengejar kekuasaan, mendapatkannya, menjaganya, dan menyampaikan konsepsi kekuasaan itu kepada masyarakat, adalah perilaku biasa sebagaimana partai politik lain berbuat. Namun karena PPP adalah isi dari sebagian identitas progresif umat Islam yang selalu menuntut dinamika perubahan dan tidak tahan terhadap stagnasi, maka kemudian PPP menjadi sorotan terbesar masyarakat yang lalu dikaitkan dengan soal keagamaan, padahal soal agama adalah juga soal kemanusiaan dan dinamikanya yang tidak harus kita lupa.

*Penulis adalah Wakil Ketua II dan Dosen Tetap pada Program Studi Studi Kepemerintahan di STISIP Nurdin Hamzah Jambi, coach pada Anjabi Writing Community

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: