>

BI Pantau Keuangan Daerah

BI Pantau  Keuangan Daerah

JAKARTA- Twin deficit atau defisit ganda yang terjadi lebih dari sepuluh kuartal mendapat sorotan serius Bank Indonesia (BI). Selain memantau pemerintah pusat, otoritas moneter tersebut juga mulai mengawasi kinerja keuangan di daerah-daerah untuk mencegah makin dalamnya defisit dan risiko sistemik makroprudensial.

                Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, saat ini pihaknya tengah membangun sistem pengawasan mikroprudensial. Karena itu, bank sentral tak hanya melihat risiko sistemik dan financial imbalances di pusat. BI juga harus mengawasi risiko sistemik maupun financial inbalances yang terjadi di 34 provinsi di seluruh Indonesia.

       Dia mencontohkan, saat Pemerintah menerapkan UU Minerba, ternyata ekonomi di kawasan Timur Indonesia sangat sensitif dengan penerimaan daerah yang berasal dari sektor mineral. Apabila sektor mineral terjadi guncangan dan harga komoditi jatuh, maka kondisi itu dikhawatirkan berdampak pada keuangan suatu daerah dan daerah yang lain.

       \"Karena itu kami perlu pahami balance sheet keuangan regional, provinsi, dan kabupaten. Misalnya portofolio sektor, portofolio investasi, maupun portofolio household (rumah tangga) daerah).Upaya ini diharapkan bisa mencegah risiko sistemik dan financial inbalances di pusat dan daerah,\" ujarnya di Gedung BI, kemarin (27/10).

       Sementara itu, Indonesia sebagai salah satu emerging market akhir-akhir ini mendapat tantangan perekonomian seperti risiko twin deficit, yakni defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan dalam hal ini dipicu oleh tingginya importasi khususnya minyak bersubsidi, sebaliknya tidak mampu didorong oleh kinerja ekspor minyak.

       BI memproyeksi tahun ini CAD bisa turun ke level 3,1 persen dari produk domestik bruto (PDB). Posisi tersebut lebih rendah ketimbang tahun lalu yang mencapai 3,3 persen dari PDB. \"Perbaikan itu ada dalam banyak hal, di antaranya dipengaruhi selesainya renegosiasi mineral dan membaiknya kegiatan ekspor non-migas,\" tutur Agus.

       Agus juga membeberkan, defisit neraca berjalan Indonesia pada kisaran USD 26 miliar akan membaik sesuai dengan tren penurunan CAD. Apabila dibandingkan dengan tahun lalu, defisit transaksi berjalan bisa mencapai USD 29 miliar. Sayangnya, Agus masih enggan untuk memerinci jumlah defisit transaksi berjalan khususnya pada akhir kuartal ketiga 2014. \"Untuk (defisit) September kami akan paparkan dalam Rapat Dewan Gubernur,\" ujarnya.

(gal/oki)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: