>

Kalau Pencitraan, Bertahan Sebulan

Kalau Pencitraan, Bertahan Sebulan

Akhirnya diciptakanlah aplikasi pengaduan kita (Siduta). Aplikasi pengaduan ini bisa dibuka di: siduta.menpan.go.id. Di website itu, sudah disiapkan form pengaduan. Pengaduan apapun bisa dimasukkan ke siduta ini. Nanti oleh operator, pengaduan akan diteruskan ke instansi terkait.\"

Hingga 6 November lalu, sudah ada 2.346 pengaduan yang masuk. Perkembangan sementara, ada 744 pengaduan yang sudah diproses. Pengaduan paling banyak terkait tes CPNS, pengangkatan tenaga honorer, pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, dan pencatatan sipil.

Aksi \"gila\" lain Yuddy adalah rencananya menerapkan moratorium atau penghentian sementara tes CPNS. Tidak tanggung-tanggung, moratriium diterapkan lima tahun sejak 2015 nanti. Alasannya adalah, pemerintah akan mengitung dengan detail lagi kebutuhan CPNS secara nasional.

Kebijakan ini sontak membuat gaduh di masyarakat. Apalagi pengangkatan honorer belum beres. Kemudian tes CPNS 2014 juga masih berlangsung. Akhirnya Yuddy berupaya meredam opini masyarakat. Dia menuturkan, moratorium itu tidak menutup total pengadaan CPNS baru. Tetapi merekrut sesuai dengan kebutuhan yang nyata, bukan kebutuhan yang dibuat-buat. Saat ini jumlah CPNS sekitar 3,4 juta orang. \"Pengadaan CPNS baru itu konsekuensinya penyiapan anggaran gaji yang tidak sedikit,\" papar dia.\"

Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo menuturkan, kebijakan moratorium CPNS baru sah-sah saja. Asalkan ditetapkan dengan dasar yang kuat. \"Khusus untuk posisi guru, sekarang masih kekurangan,\" tutur Sulistyo. Sehingga kebijakan moratorium CPNS untuk formasi guru tidak tepat.

Sulistyo mengingatkan bahwa pendataan guru oleh pemerintah sangat jelek. Jumlah guru hasil pendataan pendataan tidak konsisten. Dia berharap sebelum moratkrum itu diterapkan, pemerintah memperbaiki data jumlah dan kebutuhan guru. \"Mengeluarkan kebijakan yang heboh boleh saja. Asalkan tidak meresahkan,\" tandas Sulistyo.

Lapsus: Karena Transportasi Tak Kenal Libur

Saat menjadi dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI), berbagai terobosan Ignasius Jonan memang mencengangkan. Wajah KAI yang identik dengan kesemrawutan dan rugi diubah menjadi layanan yang lebih manusiawi plus pundi-pundi laba hingga Rp 560 miliar pada 2013.   

Saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo pernah mengatakan bahwa dirinya dan Jonan sebagai dirut KAI memiliki pola ritme kerja yang sama. Memang, blusukan dan kerja keras seolah sudah mengalir dalam darah pria kelahiran Singapura, 21 Juni 1963 ini.

Pengalaman tumbuh besar di Surabaya juga menempa dirinya menjadi sosok yang lugas. Lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga ini pun mengaku siap bekerja keras membenahi sektor perhubungan di Indonesia. Soal penilaian, dia tak terlalu ambil pusing. “““Toh saya tidak pernah meminta-minta pekerjaan ini (menteri, Red),”“ ujar arek Suroboyo ini Jumat lalu (7/11).

Di awal masa tugasnya sebagai menteri perhubungan, Jonan sudah membuat berbagai aksi strategis. Tak hanya blusukan ke Bandara Soekarno-Hatta dan pelabuhan Tanjung Priok, Jonan juga langsung memutar haluan Kementerian Perhubungan dari sekedar regulator menjadi pelayan publik. Misalnya, dengan memberlakukan jadwal piket Sabtu - Minggu bagi para pejabat Kemenhub, termasuk dirinya. ““Sebab, transportasi itu tidak mengenal libur. Bahkan, pada sabtu - Minggu malah ramai. Karena itu kami harus ada untuk mereka,”“ katanya.

      Tradisi piket Sabtu - Minggu itu sudah dijalankannya saat menjabat sebagai dirut PT KAI. Selain itu, untuk mempercepat respons atas aduan masyarakat atau pelaku usaha transportasi, Jonan juga menginstruksikan agar layanan email di website dephub.go.id yang biasanya sudah off mulai Jumat sore dan baru aktif lagi Senin pagi, kini harus selalu aktif 24 jam dalam 7 hari. ““Kita harus selalu standby untuk hal-hal seperti ini,”“ ucap lulusan Fletcher School, Tufts University, Amerika Serikat (AS) tersebut.      Semangat simplifikasi dan deregulasi yang didengungkan Jokowi juga langsung dijalankan Jonan. Mantan eksekutif Citibank Indonesia ini memang bukan tipe birokrat yang gemar menumpuk kewenangan. Misalnya, saat dia memutuskan untuk melepas kewenangan regulasi batas tarif maskapai penerbangan.

      Menurut dia, Kementerian Perhubungan mestinya memang tidak perlu ikut campur dalam urusan bisnis. Sebab, yang harus menjadi fokus utamanya adalah safety (keselamatan) dan layanan yang baik bagi penumpang moda transportasi. Jonan mengakui, keputusannya tersebut bisa memicu pro dan kontra. ““Kalau nanti ada yang ribut tidak ada-apa, saya layani,”“ katanya enteng.

      Ibarat pepatah tak ada gading yang tak retak. Di balik prestasi gemilang Jonan, ada pula catatan yang layak menjadi perhatian. Ini terkait ketegasannya saat menggusur para pedagang kaki lima di area stasiun kereta api. Niat baiknya untuk memperbaiki layanan stasiun seringkali harus diwarnai demonstrasi dan bentrokan berdarah antara para pedagang dan petugas keamanan, sehingga memicu banyak kecaman.

      Jonan memang bukan sosok seperti Jokowi yang bisa dengan tekun dan sabar menghadapi para PKL, melakukan pendekatan persuasif, mengajak mereka makan hingga puluhan kali, sampai akhirnya mereka suka rela direlokasi. Saat menjadi menteri, Jonan mungkin bisa sedikit belajar dari Jokowi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: