>

Tahan Inflasi,Suku Bunga Makin Tinggi

Tahan Inflasi,Suku Bunga Makin Tinggi

JAKARTA-Kebijakan Pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi membawa sejumlah konsekuensi. Salah satunya harga-harga barang atau jasa yang dapat bergerak liar dan melambung tinggi. Untuk mengantisipasi, Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 7,75 persen.

                Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, pada dasarnya kenaikan BI rate tersebut dapat menjaga ekspektasi inflasi yang sudah tinggi beberapa bulan terakhir. \"Sejak Oktober harga di eceran dan konsumen cenderung naik. Nah, itu kami sikapi (dengan naikkan BI rate) agar ekspektasi inflasinya terjangkar,\" ungkapnya di Gedung BI, kemarin (18/11).

                Dengan terkereknya BI rate, maka suku bunga acuan telah enam kali naik sejak mantan menteri keuangan era SBY itu memimpin otoritas moneter. BI rate kali pertama dinaikkan pada awal kepemimpinannya Juni 2013 ke posisi 6 persen setelah lama stagnan di level 5,75 persen. Kemudian berangsur terkatrol ke level 6,5 persen, 7 persen, dan 7,25 persen.\" BI rate sempat bertahan setahun pada posisi 7,5 persen mulai November 2013 hingga awal November 2014, untuk menanti kepastian kenaikan BBM serta menghadapi lesunya ekonomi global.

                Menurut Agus, angka BI rate ini telah mengakomodasi target inflasi tahun depan 4 persen plus minus 1 persen, dan 3,5 persen plus minus 1 persen. \"Termasuk mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi 5,4-5,8 persen pada 2015,\" ujar Agus.

                Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, perkiraan dampak tambahan kenaikan BBM sebesar Rp 2.000 per liter terhadap inflasi mencapai 2,4-2,8 persen, dengan nilai tengah 2,6 persen. Dengan prediksi awal inflasi tahunan sebesar 5,4-5,8 persen, maka dengan tambahan inflasi BBM, inflasi akhir tahun bisa mencapai 7,7-8,1 persen dengan nilai tengah 7,9 persen. \"Kami ingin dorong ke 7,7 persen. Kuncinya ekspektasi inflasi harus turun, second round effect terkendali, pasokan dan distribusi pangan harus terkendali,\" paparnya.

                Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menambahkan, inflasi terus menjadi fokus kebijakan BI karena selama ini inflasi secara langsung memakan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. \"Negara yang inflasinya dan ekspektasi inflasinya tinggi, bunga sulit turun. Ini yang kami antisipasi agar moneter pruden,\" terangnya.

                Di samping merespons kebijakan riil, untuk mendukung efektifitas BI rate, BI juga mengeluarkan strategi yang langsung berkenaan dengan industri keuangan. Yakni melalui kebijakan menaikkan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 8 persen. Sebaliknya, suku bunga deposit facility tetap pada level 5,75 persen. Strategi ini diharapkan dapat menyetabilkan pasar uang antar bank dan memperdalam pasar keuangan.

                Beberapa kebijakan lain adalah tetap mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor UMKM dengan bunga yang terjangkau. \"Bank yang berprestasi kredit UMKM-nya akan kami beri insentif berupa jasa giro,\" ungkap Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Halim memerinci, untuk mendapat fasilitas jasa giro, bank perlu mencapai 5 persen kredit UMKM dari total portofolio kredit. Pada 2018, kredit UMKM ditargetkan minimal 20 persen dari total kredit masing-masing bank.

(gal)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: