Jelang MEA, BEI Hidupkan Lagi Produk Defivatif
JAKARTA-Mati sejak 2008, produk derivatif akan dihidupkan lagi. Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai melakukan sosialisasi kepada seluruh pihak terkait rencana kehadiran investasi produk turunan itu. Selain memerbanyak pilihan bagi investor, kehadiran produk itu juga menjadi salah satu tolok ukur kemajuan pasar modal di sebuah negara.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa (AB) BEI Samsul Hidayat mengatakan, business pack produk derivatif sudah selesai setelah disusun sejak setahun lalu. BEI juga telah melakukan inovasi dan modifikasi dalam aturan terbaru kali ini dan sedang dikaji ulang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). \"Sebelum semester pertama tahun ini harapannya sudah launching,\" kata Samsul saat sosialisasi awal reaktivasi produk derivatif di Gedung BEI, kemarin (26/1).
Produk ini benar-benar mati sejak 2008 setelah sebelumnya mulai terindikasi akan terhenti karena semakin minimnya transaksi. Produk derivatif lahir di Bursa Efek Surabaya (BES) berupa penyediaan kontrak berjangka (future) pada 2001 kemudian didampingi oleh kontrak opsi saham yang diluncurkan Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada 2002.
Namun saat itu platform mesin perdagangannya masih terpisah dari mesin perdagangan saham reguler. Kondisi itu menjadi salah satu penyebab kurang menariknya investasi di produk yang lahir dari kata dasar derive (memeroleh) from (dari) itu. \"Sebab butuh effort (upaya lebih) untuk melaksanakan transaksi,\" ucapnya.
Padahal, Samsul meyakini, produk derivatif masih sangat dibutuhkan pasar terutama investor institusi. Sebab selain sebagai sarana memeroleh keuntungan, produk itu juga digunakan untuk upaya lindung nilai (hedging).
Setelah memodifikasi aturan produk tersebut, BEI mulai mel melakukan sosialisasi kepada stake holders, terutama lembaga keuangan non bank (asuransi, dana pensiun, dan lainnya) dan perbankan. Sosialisasi juga akan dilakukan kepada target investor lainnya termasuk ritel dan sekaligus kepada perusahaan anggota bursa (AB) alias perusahaan broker yang kelak akan menjadi fasilitator dan memasarkan produk itu.
Direktur IT BEI Adikin Basirun mengatakan, sistem yang dimilikinya saat ini sudah multiproduct termasuk bisa menampung transaksi produk derivatif. \"Kenapa produk ini dulu gagal berkembang\" Pertama memang karena market belum siap. Dulu indeks LQ45 saja masih di level 87. Sekarang sudah di level 900an. Selain itu sistemnya masih terpisah-pisah. Sekarang, karena sudah satu sistem, informasinya juga satu. Sebab salah satu kunci sukses di perdagangan ini adalah informasi yang cepat, real time. Selain itu biaya investasi juga jadi lebih murah,\" ulasnya.
Selain itu, perusahaan broker juga saat ini sudah memiliki teknologi yang sama dan terintegrasi dengan sistem di BEI. \"Harapan kami, hadirnya produk derivatif ini jadi katalis, jadi booster transaksi di saham. Sebab para ahli dulunya menciptakan produk ini untuk hedging. Belakangan memang menjadi sarana mencari keuntungan,\" kata dia.
Tanpa ada produk derivatif, investor saat ini tidak ada pilihan lain selain menjual dan membeli. Menjual saat aset sahamnya turun dan membeli saat berpotensi naik, atau sebaliknya. Dengan kata lain, ada uang maka ada barang dan ada barang jika ada uang.
Sementara produk derivatif memungkinkan dilakukan transaksi tanpa harus melepas aset atau tanpa harus membelinya kelak. \"Intinya dengan produk ini bisa mendiversifikasi risiko atas aset yang dimilikinya kepada pihak lain yang mau mengambil risiko (perusahaan broker),\" imbuhnya.
Adikin mengatakan, transaksi di derivatif adalah transaksi manajemen risiko. Produk ini dirasa penting untuk diaktifkan kembali karena selain menampung kebutuhan juga sebagai indicator kemajuan pasar modal Indonesia. \"Keanekaragaman produk investasi adalah salah satu indicator kemajuan pasar modal di sebuah negara,\" tegasnya.
Terlebih pasar modal Indonesia harus lebih bersaing menghadapi pasar bebas Asean khususnya dalam kerangka Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Pada tahap awal ini BEI akan meluncurkan dua produk derivatif yaitu Kontrak Berjangka Indeks Efek LQ45 dan investasi opsi saham.
Data World Federation of Exchange (WFE) mencatat kontrak outstanding produk derivatif dari berbagai bursa di dunia pada 2013 sebanyak 19,41 juta kontrak atau hampir sama dengan 2012. Pada 2011 sebanyak 20,27 juta kontrak dan 2010 sebanyak 14,61 juta kontrak.
(gen/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: