Biaya Eksekusi Mati Dinilai Terlalu Besar
Harus Transparan Agar Tidak Diselewengkan
JAKARTA- Eksekusi terpidana mati ternyata membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk satu terpidana mati, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklaim membutuhkan Rp 200 juta. Artinya, eksekusi mati pada enam terpidana mati yang dilakukan Minggu (18/1) menghabiskan biaya Rp 1,2 miliar. Biaya eksekusi itu dinilai terlalu besar.
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menjelaskan, uang rakyat yang digunakan untuk mengeksekusi mati itu dibuang sia-sia. Sebab, uang negara digunakan untuk melakukan pembunuhan. \"Kejagung harus diaudit, bagaimana mungkin biaya yang diperlukan begitu besar hingga miliaran rupiah,\" paparnya.
Kejagung harus menjelaskan secara rinci untuk apa saja biaya sebesar itu. Sebab, uang negara itu harusnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat. \"Untuk pembangunan dan fasilitas lainnya,\" terangnya.
Apalagi, eksekusi ini juga memunculkan protes dari luar negeri. Selain, uang negara dihamburkan, kehormatan bangsa Indonesia juga dicoreng dengan kebijakan hukuman mati. \"Negara lain memprotes itu bukan karena ingin pencitraan politik, melainkan benar-benar menghargai kemanusiaan,\" terangnya.
Dengan begitu kerugian dari eksekusi mati itu juga berlipat, negara merugi di mata internasional dan merugi secara biaya. Dengan begitu, kalau tidak ada eksekusi mati, maka tidak perlu ada yang dirugikan lagi. \"Kami dengan tegas menolak eksekusi mati,\" paparnya.
Yang paling utama, lanjut dia, perlu diketahui bahwa undang-undang dasar 1945 menyebut bahwa hak hidup adalah mutlak. Namun, kenyataannya ada aturan dibawahnya yang bertolak belakang dengan itu. \"Tuhan itu tidak memberikan hak mengambil nyawa dan menciptakan manusia di tangan manusia,\" tegasnya.
Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menuturkan, biaya untuk eksekusi terpidana mati itu memang cukup besar. Hal itu dikarenakan berbagai factor, misalnya untuk puluhan petugas dan rohaniawan. \"Mereka bekerja jauh-jauh hari sebelum eksekusi,\" terangnya.
Belum lagi, untuk amunisi yang digunakan eksekutor. Dia menerangkan bahwa tentunya perlu persiapan yang lebih matang sehingga membutuhkan biaya yang juga cukup besar. \"Belum lagi, kalau ada permintaan khusus dari terpidana yang akan dieksekusi,\" ujarnya.
Menurut dia, sebenarnya biaya Rp 200 juta itu wajar untuk eksekusi satu terpidana mati. Tentunya, eksekusi ini tidak bolah dilakukan secara asal-asalan. \"Harus benar-benar matang sehingga tetap menjunjung penghormatan terhadap manusia,\" paparnya.
Sayangnya, saat ditanya secara rinci untuk apa saja Rp 200 juta tersebut, Tony enggan menjelaskannya. Menurut dia, pihaknya belum memiliki datanya. \"Besok saja ya saya berikan datanya,\" ujarnya ditemui kemarin.
Sebelumnya, Kejagung dipastikan akan melakukan eksekusi gelombang kedua pada Februari mendatang. Rencananya, ada sepuluh terpidana mati yang akan dieksekusi. Terpidana mati itu berasal dari sejumlah negara, diantaranya Australia dan Brasil.
(idr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: