Sekolah Paling Bahagia

Sekolah Paling Bahagia

Oleh: Amri Ikhsan

Badan Pusat Statistik (BPS)  merilis Indeks Kebahagiaan Indonesia tahun 2014 sebesar 68,28 pada skala 0–100. Indeks kebahagiaan merupakan rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap individu di Indonesia pada tahun 2014. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang semakin bahagia, demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bahagia.

Indeks kebahagiaan merupakan indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kehidupan yang esensial. Kesepuluh aspek tersebut secara substansi dan bersama-sama merefleksikan tingkat kebahagiaan yang meliputi kepuasan terhadap: 1) kesehatan, 2) pendidikan, 3) pekerjaan, 4) pendapatan rumah tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersediaan waktu luang, 7) hubungan sosial, 8) kondisi rumah dan aset, 9) keadaan lingkungan, dan 10) kondisi keamanan. (BPS)

Menurut BPS, kebahagian merupakan suatu hal yang dirasakan dan dipersepsikan secara berbeda oleh setiap orang, karena itu pengukuran kebahagian merupakan hal yang subjektif. Dalam hal ini, kebahagiaan menggambarkan indikator kesejahteraan objektif yang digunakan untuk melengkapi indikator objektif. Berbagai penelitian tentang indeks kebahagian mengaitkan kebahagian sebagai bagian dari kesejahteraan subjektif dengan komponen kepuasan hidup dan emosi positif. Dalam konteks menanfaatan indeks kebahagian sebagai salah satu bahan pengambilan kebijakan publik, maka komponen kebahagian yang digunakan adalah kepuasan hidup. Pengembangan indikator untuk mengukur tingkat kebahagian penduduk Indonesia telah dilakukan oleh BPS. Pengukuran tingkat kebahagian penduduk Indonesia bisa melalui Survei Pengukuran Tingkat Kebahagian (SPTK).

Kalau BPS punya program untuk mengukur tingkat kebahagian masyarakat Indonesia dengan 10 indikator kebahagian, idealnya Kemdikbud dan Kemenag punya hal yang sama untuk mengukur tingkat kebahagian warga sekolah/madrasah. Dan badan yang paling ideal melakukan ini adalah Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Karena memang badan ini yang memiliki kewenangan dan jaringan yang luas untuk menilai sekolah.

Diyakini Survei Pengukuran Tingkat Kebahagian (SPTK) juga bisa dilaksanakan untuk menghasilkan indikator kebahagian warga sekolah (guru, staf TU, siswa, orang tua) dengan pendekatan kepuasan pembelajaran dan pengajaran. Indeks kebahagian merupakan indeks komposit yang disusun  oleh tingkat kepuasan terhadap beberapa aspek pembelajaran yang substansial. Aspek aspek pembelajaran tersebut secara substansi dan bersama sama merefleksikan tingkat kebahagian meliputi kepuasan terhadap: perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian, pembagian tugas, pendapatan,biaya pendidikan, keamanan, hubungan sosial, kegiatan ekstrakurikuler, kondisi sekolah, kondisi lingkungan, serta keharmonisan warga sekolah.

Selama ini BAN S/M ‘lebih banyak’ mengukur sekolah secara kuantitatif: jumlah guru, jumlah guru yang membuat perangkat pembelajaran, jumlah sarana prasarana, jumlah ruangan, visi misi, data keuangan, dokumen kurikulum, dll. Diharapkan juga badan ini memiliki keberanian untuk mengukur sekolah/madrasa secara kualitatif, indeks kebahagian warga sekolah seperti yang dilakukan BPS.

Artinya, variabel yang digunakan dan paling berperan dalam mempengaruhi happiness score adalah variabel kesuksesan dalam memenuhi tujuan/cita-cita diikuti oleh variabel keberhasilan dalam memenuhi keinginan-keinginan (semua jawaban dalam skala Likert 1-5; di mana 1=sangat tidak bahagia dan 5= sangat bahagia).

Indikator kepuasan kebahagian disekolah bisa dilihat dari; (1) kedisiplinan; (2) kepemimpinan kepala sekolah; (3) kualitas sarana prasarana; (4) kemampuan guru menggunakan sarana prasarana (media pembelajaran); (5) akses dan kecepatan internet; (6) sanitasi ruang; (7) pelatihan guru; (8) urgensi pelatihan guru; (9) pelayanan proses pembelajaran; (10) layanan staf TU; (11) kesigapan benbahara mengurus hak hak guru; (12) keterbukaan informasi tentang keuangan sekolah; (13) peraturan sekolah; (14) kegiatan ekstra kurikuler; (15) layanan pustaka dan labor; (16) layanan penilaian; (17) layanan remedial dan pengayaan; (18) kebersihan ruang; (19) toilet; (20) kantin; (21) transportasi dll.

Alangkah indahnya, sekolah yang terlihat makmur, bahagia serta guru dan siswa yang belajar dengan gembira merupakan daya tarik bagi siswa dan guru untuk menimba ilmu dan melaksanakan proses pembelajaran. Ada yang beranggapan hidup di sekolah itu bisa bahagia karena pekerjaannya yang santai, relaks tapi serius dan menghasilkan ilmu banyak. Padahal, sesungguhnya kehidupan di sekolah itu bisa juga keras, penuh tekanan, dan relatif susah mendapatkan kebahagiaan, kalau warga sekolah tidak bisa ‘menempatkan diri.

Sebenarnya publik ingin tahu apa betul, dibandingkan siswa malas, apakah siswa rajin lebih bahagia. Status rajin umumnya menunjukkan kesuksesan seseorang dalam meraih cita-cita serta lebih mudah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan. Karena dengan ilmu yang dimiliki, dia bisa dengan mudah memenuhi keinginannya dalam waktu tertentu. Ini mungkin tidak sama dengan kebahagian siswa yang malas.

Perlu juga dicari tahu, kebahagiaan juga bisa datang dari jenis peran yang dimiliki. Apakah guru atau siswa akan senang dan bangga bila dia memiliki peran bergensi. Peran seperti ketua OSIS, ketua kelas, dll adalah peran bergengsi karena banyak berhubungan dengan guru atau kepala sekolah. Begitu pun dengan guru, apakah peran sebagai wakil kepala, pembina, pembantu bendahara akan membuat bangga dan senang karena menduduki strategis di sekolah, guru mismatch. Umumnya, peran ini menduduki middle management yang merupakan ‘posisi’ yang diincar oleh sebagian guru. Maka itu, tak heran bila guru yang menduduki peran ini adalah termasuk yang paling berbahagia (?).

Survey ini juga mencari info kebahagian antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan, bagitu juga guru laki laki dengan guru perempuan Bisa jadi guru perempuan gampang stres lantaran selain disibukkan pekerjaan, juga punya tanggung jawab mengurus rumah tangga. Namun, yang hebat adalah perempuan yang punya pekerjaan dan masih harus mengurus rumah tangga, tapi bisa tetap merasa bahagia dalam proses pembelajaran. Begitu juga, kebahagian siswa dalam proses pembelajaran di jurusan IPA, IPS atau bahasa dan juga kebahagian guru yang mengajar du jurusan jurusan itu.

Kemudian, apa benar, hal-hal yang bersifat jangka panjang (tujuan dan cita-cita) lebih mempengaruhi tingkat kebahagiaan warga sekolah dibandingkan hal-hal yang bersifat jangka pendek (keinginan dan apa yang dirasakan dalam 1 bulan terakhir). Artinya, siswa yang punya cita cita untuk kuliah atau mau kerja lebih bahagia dalam belajar dibandingkan dengan siswa yang belum punya cita cita. Begitu juga, guru yang mengajar siswa yang bercita cita tinggi lebih bersemangat jika dibandingkan dengan siswa yang tidak punya cita cita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: