Eksekusi Hukuman Mati Tarik Ulur

JAKARTA- Kendati Jaksa Agung H.M. Prasetyo telah memberikan petunjuk bahwa eksekusi mati dilakukan pukul 00.00, namun diprediksi eksekusi mati masih tarik ulur. Pasalnya, mau tidak mau, Kejaksaan Agung (Kejagung) harus berhitung bagaimana eksekusi mati tidak akan menimbulkan masalah. Sebab, ada protes luar negeri yang tidak bisa dianggap enteng, sekaligus langkah hukum Kuasa Hukum Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang diluar dugaan.
Sebelumnya, PM Australia Tony Abbot meminta eksekusi mati terhadap dua warganya dihentikan. Sekjend PBB Ban Ki-moon juga ikut-ikutan mengecam. Kuasa Hukum Bali Nine Todung Mulya Lubis juga menggugat keputusan Presiden Jokowi menolak grasi Andrew dan Myuran ke PTUN.
Saat ditanya mengapa tidak diumumkan tanggal eksekusinya, Jaksa Agung H.M. Prasetyo menjelaskan, jadwal eksekusi memang belum bisa disebutkan. Sebab, perlu persiapan yang begitu banyak. \"Eksekusi mati ini bukan hal yang sederhana. Kami membutuhkan waktu,\" paparnya.
Yang jelas, semua proses hukum dari terpidana mati itu harus selesai terlebih dahulu. Dengan begitu, eksekusi dipastikan bisa dilakukan. \"Kami masih mendata semuanya,\" ujar politikus Nasional Demokrat (Nasdem) tersebut.
Apakah persiapan yang lama ini dikarenakan adanya tekanan dari luar negeri? Mendengar itu, Prasetyo sempat terdiam. Menurut dia, sebenarnya setelah grasi ditolak, maka seharusnya proses hukum telah selesai. \"Yang tersisa hanya menjalankan putusan, kalau putusannya hukuman mati, ya harus dilaksanakan,\" ujarnya.
Sumber internal Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa memang secara hukum semua telah selesai, penolakan grasi adalah ujung dari rangkaian tahapan yang dilalui terpidana mati. Namun, tekanan yang begitu tinggi melalui lobi antar petinggi negara dan jalur hukum yang ditempuh, tetap harus dipikirkan. \"Kejagung ingin memastikan tidak ada celah hukum yang bisa membalikkan keadaan,\" jelasnya.
Kalau sudah pasti tidak ada celah hukum, maka Kejagung tentu akan mudah untuk mengumumkan jadwal eksekusi mati tersebut. Mengingat, bahwa sebenarnya Jaksa Agung yang ngotot agar eksekusi terpidana mati dilakukan. \"Kalau diingat dulu, eksekusi mati itu perintah Presiden Jokowi, lalu Jaksa Agung tentu harus patuh,\" paparnya.
Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menjawab diplomatis terkait tarik ulur tersebut. dia mengatakan, standarnya memang untuk memastikan seorang terpidana mati itu bisa dieksekusi adalah proses hukum yang selesai. \"Kalau sudah selesai, tentu harus dilakukan,\" paparnya.
Namun, begitu banyaknya langkah yang dilakukan pihak eksternal, baik Australia dan kuasa hukum terpidana mati itu sebenarnya memiliki tujuan. Yakni, menundak eksekusi terhadap terpidana mati. \"Saya sudah berulangkali menyebut, kalau setelah grasi masih melakukan tindakan hukum, tentu hanya ingin menghindar dari eksekusi,\" jelasnya.
Dia menjelaskan, seperti yang terjadi pada Terpidana Mati asal Brasil Rodrigo Gularte. Rodrigo diklaim oleh Kuasa Hukumnya sakit jiwa. Alasan tersebut tentu harus dibuktikan. \"Jangan hanya dalih semata, semua harus ada pembuktian,\" tegas lelaki asal Madiun tersebut.
Sementara itu Pengacara Bali Nine James Dolly menjelaskan bahwa seharusnya perubahan prilaku dari kedua terpidana ini menjadi salah satu pertimbangan untuk memberikan grasi. Kalau perlakuan baik tidak dianggap dan eksekusi tetap dilakukan tentu sangat mengecewakan. \"Harus ditimbang dong,\" paparnya.
Selain itu, soal pemindahan Andrew dan Myuran, dia menjelaskan bahwa hingga hari ini sama sekali belum ada pemberitahuan resmi pada keluarga bahwa keduanya akan dipindah. \"Harapannya, jangan seenaknya dipindah, harus diberitahukan agar keluarga juga bisa melakukan persiapan,\" tegasnya.
Sementara itu, pihak pemerintah Australia masih bersikeras untuk menghindarkan dua warga negaranya dalam hukuman mati. Hal tersebut kembali ditegaskan Perdana Menteri Australia Tony Abbot dalam pernyataannya ke media kemarin (15/2). Menurutnya, pemerintah negara kangguru itu mengaku tidak akan menyerah meski keputusan itu sudah mencapai tahap akhir.
\"Saat ini proses (eksekusi mati, Red) sudah mencapai eleventh hour (detik-detik terakhir, Red). Tapi, dalam momen sepertiini pun kami terus memperkuat permohonan kami ke Indonesia,\" ungkapnya dalam wawancara doorstop yang dikutip dari situs resmi pemerintahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: