>

Kalahkan Thailand Butuh Rp 26 Triliun

Kalahkan Thailand  Butuh Rp 26 Triliun

JAKARTA - Pemerintah ingin Indonesia menjadi pusat produksi otomotif di Asia Tenggara saat memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2015 nanti. Namun hal itu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar kapasitas produksi mobil Indonesia bisa menyalip Thailand.          

Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Johnny Darmawan mengatakan, jika Indonesia ingin menjadi produsen otomotif terbesar di Asia Tenggara maka harus bisa mengalahkan dominasi Thailand dalam hal produksi mobil. Menurutnya, saat ini saat yang tepat untuk menyalip Thailand. \"Produksi mobil Thailand sedang anjlok dari 2,4 juta jadi 1,8 juta, kita malah naik tipis tapi masih di kisaran 1,2 juta,\" ujarnya kemarin (16/3)

Dengan produksi mobil Indonesia yang masih 1,2 juta unit, maka industri mobil di dalam negeri harus siap menambah kapasitas produksinya hingga satu juta unit. Setidaknya dibutuhkan tambahan investasi sebesar USD 2 miliar untuk pembangunan pabrik-pabrik baru. \"Untuk mendongkrak produksi hingga satu juta unit paling nggak dibutuhkan 10 pabrik baru kalau rata-rata produksi 60-100 ribu unit. Investasinya USD 150-200 juta per pabrik,\" katanya.

Wakil Presiden PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Warih Andang Tjahjono mengatakan industri otomotif siap menghadapi MEA akhir 2015.\"MEA membuka peluang Indonesia bisa dibanjiri produk impor terutama di sektor otomotif. Dalam hal ini perlu langkah kuat untuk mengurangi laju pertumbuhan impor itu agar fundamental makro perekonomian nasional tidak terus menerus mengalami defisit,\" ungkapnya.

Cara yang paling efektif, menurut Warih, adalah memperkuat industri dalam negeri dan menggenjot ekspor. TMMIN akan berusaha sebanyak-banyaknya melokalkan produk untuk mensubstitusi impor.\"Kemampuan TMMIN menyuplai pasar dalam negeri maupun ekspor meningkatkan pesat. Pengunaan komponen lokal dan penyerapan tenaga kerja juga naik tajam, terutama setelah kapasitas produksi naik dari 120 ribu menjadi 250 ribu unit,\" sambungnya.

                     Sementara itu terkait denga melemahnya nilai tukar rupiah, Warih mengaku tidak terlalu memberikan efek negatif bagi TMMIN. Dia mengakui melemahnya rupiah berdampak langsung pada biaya impor, namun hal itu bisa ditutupi dari meningkatnya ekspor.\"Saat ini, posisinya seimbang, jadi tidak terlalu terpengaruh. Jadi, kinerja positif dari sektor ekspor membuat TMMIN mampu menahan dampak melemahnya rupiah,\" ucapnya.

                   Untuk menyiasati naiknya biaya produksi, lanjut dia, TMMIN akan meningkatkan volume ekspor sebesar 10 persen menjadi USD2,2 miliar atau sekira Rp 29 triliun selama 2015. Selain untuk mengoptimalkan kapasitas produksi untuk menggenjot ekspor.\"Kami harapkan akan terjadi keseimbangan antara biaya produksi dan profitibilitas sehingga bisa mengurangi efek pelemahan tersebut bagi biaya produksi TMMIN,\" jelasnya.

(wir)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: