Penerimaan CPNS dari Recruitment ke Requirement
JAKARTA - Pola penerimaan Calon Pegawai Negeri sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilaksanakan pemerintah akan bergeser dari base on recruitment ke base on requirement. Proses seleksi tidak lagi didasarkan pada pengerahan/usulan yang sifatnya kuantitatif, tetapi pada kebutuhan objektif instansi yang secara kualitatif akuntabel.
Hal ini disampaikan Menteri Pendayagunaaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Yuddy Chrisnandi. Ia meminta instansi daerah segera merapikan pola pengajuan kebutuhan formasi pegawai.
\"Saya harap para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) segera menyampaikan desain dan analisis kebutuhan pegawai untuk lima tahun ke depan, berdasarkan kebutuhan objektif melalui analisis jabatan dan analisis beban kerja. Kirimkan melalui e-formasi,\" kata Yuddy dalam keterangan tertulisnya yang diterima Radarpena.com, Kamis (20/8).
Termasuk untuk menentukan berapa jumlah formasi Praja IPDN, harus berdasarkan analisis kebutuhan objektif. \"Karena itu, silahkan saudara identifikasi berapa kebutuhan pegawai dengan kualifikasi berasal dari lulusan IPDN,\" kata Yuddy.
Yuddy memaparkan, teknis pelaksanaan tes dalam rangka seleksi CPNS kini lebih ketat, transparan dan memangkas praktik manipulatif melalui penggunaan Computer Assited Test (CAT). \"Dengan sistem CAT, semua memiliki peluang yang sama. Yang menentukan kelulusan adalah kompetensi yang bersangkutan,\" imbuhnya.
Ia juga menekankan, selain fase penerimaan pegawai, semua tahapan manajemen pegawai ASN sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN harus diperhatikan, baik pengembangan pegawai, promosi, kesejahteraan, manajemen kinerja, disiplin dan etika, maupun pensiun.
Menurutnya, manajemen ASN yang berbasis sistem merit menjadi sangat penting di tengah persaingan global yang membutuhkan dukungan pegawai handal untuk mendorong akselerasi pembangunan di berbagai sektor, termasuk sektor perekonomian.
Berdasarkan Global Coppetitiveness Report 2013-2014 (World Economic Forum, 2013), menempatkan Indonesia pada rangking 38 untuk kemudahan berusaha (easy of doing business). Memang meningkat dibanding tahun sebelumnya, tetapi apabila dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, kita masih tertinggal.
Pada kesempatan tersebut Kang Yuddy, demikian sapaan akrabnya, menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas dan integritas, jajaran ASN harus melakukan revolusi mental, mulai dari merubah mindset sampai dengan merubah cultureset. Jadilah birokrasi yang melayani, bukan birokrasi priyayi.
Yuddy meminta segenap ASN menjadi teladan di lingkungannya masing-masing sebagaimana dicontohkan Presiden Jokowi, sederhana dan melayani. Terkait dengan moratorium, ia menjelaskan bahwa tidak semuanya akan terkena moratorium. \"Untuk formasi guru, tenaga kesehatan, penegak hukum, serta penerimaan cpns yang berasal dari sekolah kedinasan, tetap akan berjalan,\" tambahnya.
Di sisi lain, sehubungan dengan akan diselenggarakannya pemilihan kepala daerah secara serentak, Yuddy mengingatkan agar seluruh ASN menjaga netralitas. \"ASN harus netral, tidak boleh melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan, tidak boleh menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pasangan calon. Apabila melanggar akan diberikan sanksi disiplin sedang sampai dengan berat, tergantung bobot pelanggarannya,\" ujarnya.
(why/RP)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: