Ayo Bangunkan Proyek Pingsan
Sayang, -rantai surga- itu tak pernah terjadi di negeri yang memiliki manajemen pemerintahan buruk. Alih-alih berujung pertumbuhan ekonomi, puluhan proyek infrastruktur yang dibangun asal-asalan dan minim dukungan pemerintah justru menciptakan ‘lingkaran setan’’ yang berujung pertumbuhan utang.
Kekhawatiran itu diungkapkan oleh Sofjan Wanandi, ketua Tim Ahli Kantor Wakil Presiden. Mantan bos Gamala Group tersebut menuturkan, ada 37 proyek infrastruktur senilai USD 11 miliar atau sekitar Rp 148 triliun yang terhenti alias mangkrak sejak empat tahun terakhir. ‘’Dari sekian banyak proyek itu, baru PLTU Batang yang akhirnya bisa di-groundbreaking Presiden Jokowi pada Jumat lalu (28/8),’’kata dia akhir pekan lalu.
Sebagian proyek infrastruktur tak kunjung bisa dimulai lagi karena terhambat pembebasan lahan. Sebagian proyek lain sudah melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking), tapi tak berlanjut ke tahap berikutnya. Akibatnya, selain infrastruktur tak terbangun, Indonesia harus membayar denda berupa commitment fee kepada kreditor. Sebab, mayoritas proyek itu dibiayai pinjaman luar negeri. ‘’Jadinya, kita rugi dobel,’’ujar Sofjan. ‘’Jadi, sudah nggak dapat manfaat proyeknya, masih harus bayar bunga utangnya,’’ lanjut dia.
Berdasar data statistik utang luar negeri dari Kementerian Keuangan, nilai commitment fee yang dibayar setiap tahun terus menggelembung. Pada 2013 commitment fee mencapai Rp 378 miliar; setahun kemudian naik menjadi Rp 388,4 miliar; lalu pada Januari -Mei 2015 sudah mencapai Rp 160,9 miliar. Artinya, sejak 2013 hingga pertengahan 2015, Indonesia harus buang-buang duit hampir Rp 1 triliun atau tepatnya Rp 927 miliar untuk membayar biaya atas utang yang nganggur karena proyek macet.
Anggota Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki mengatakan, berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk mempercepat realisasi proyek-proyek mangkrak itu. Hasilnya pun sudah terlihat di proyek PLTU Batang yang akhirnya bisa dimulai setelah bertahun-tahun tanpa kejelasan. ‘’Proyek infrastruktur memang menjadi prioritas utama pemerintah,’’terang dia.
Selain memperkuat koordinasi dan sinergi antar kementerian, beberapa upaya ekstra dilakukan Presiden Jokowi. Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho menyebutkan, saat ini presiden sudah mengantongi nomor telepon seluruh penanggung jawab proyek infrastruktur. Dengan begitu, presiden bisa memantau perkembangan proyek setiap hari tanpa melalui laporan menteri. ‘’Pelaksana di lapangan pun bisa termotivasi karena langsung diawasi presiden dan langsung bisa melapor jika ada hambatan,’’jelasnya.
Di bagian lain, Asisten Deputi Perumahan, Pertanahan, dan Pembiayaan Infrastruktur Bastary Pandji Indra mengungkapkan, ruwetnya birokrasi serta rendahnya komitmen pemerintah daerah menjadi penyebab utama mangkraknya banyak proyek infrastruktur. ‘’Sebenarnya masing-masing (proyek mangkrak) itu ada masalahnya. Tapi, mayoritas ya karena pemerintahnya nggak komit, kemudian juga ada masalah birokrasi yang berbelit,’’paparnya kepada Jawa Pos akhir pekan ini.
Bastary menambahkan, lima proyek kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) yang pembangunannya telah direncanakan pada 2013 mangkrak. Padahal, proyek-proyek dengan total USD 11 miliar atau sekitar Rp 148 triliun tersebut telah melalui tender . ‘’Jadi, ini proyek KPS yang benar-benar berhenti progresnya,’’ucap dia.
Terkait dengan terhentinya pembangunan Pelabuhan Tanah Ampo, Bastary menyatakan bahwa ada sangkut paut dengan Kemenhub. Dia menuturkan, Kemenhub tidak memberikan izin bagi Pemkab Bandung untuk mengambil alih proyek tersebut. ‘’Investasi awal Kemenhub Rp 60 miliar untuk bangun jetty (dermaga) dan terminal, lalu terhenti. Ketika pemkab ingin ambil alih, malah tidak dikasih,’’kata dia.
Karena itu, pihaknya berharap kementerian teknis dapat memformulasikan skema pembayaran yang lebih menarik agar pembangunan seluruh proyek tersebut dapat dilanjutkan. Apalagi, saat ini Bappenas sudah meluncurkan buku proyek KPS (PPP book) 2015. ‘’Karena tugas pemerintah juga untuk membuat proyek tersebut menarik bagi swasta,’’katanya.
Sementara itu, pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) menyebutkan bahwa ada beberapa kendala pembangunan infrastruktur, khususnya tol. Biasanya, selain pembebasan lahan, kendala tersebut terkait dengan kinerja investor. Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU-PR Hediyanto Husaini menyebutkan, untuk mengejar target 2018 tersebut, pembebasan lahan dibarengi dengan pembangunan. ‘’Kalau pembebasan lahan sudah 40–50 persen, sekalian kerja saja. Setelah itu, tinggal tahap penyelesaiannya,’’jelasnya.
(owi/ken/lus/c11/kim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: