Ekonom Sarankan Pangkas Pajak Usaha
Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis Kantor Staf Presiden (KSP) Purbaya Yudhi Sadewa yang ikut mendampingi Presiden Jokowi mengatakan, presiden memang sangat terbuka menerima masukan dari para ekonom. Meskipun, dia mengakui jika di antara para ekonom sendiri juga memiliki pandangan yang tak selalu sama dalam satu isu. \"Karena itu, semua pandangan ditampung untuk dicari yang terbaik,\" ujarnya.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengaku sejak dulu, fundamental ekonomi Indonesia memang rentan di segi keuangan dan permodalan. Dia menuturkan, perlambatan ekonomi sekarang makin menambah tingkat kerentanan tersebut. Penyebabnya ada dua. ‘’Sebagian hasil dari pengaruh ekonomi global, tidak diragukan. Tapi sebagian lagi adalah persoalan kita sendiri,’’papar Darmin dalam keynote speech Seminar Ekonomi di Gedung Dhanapala, kemarin.
Persoalan dari domestic, kata Darmin, bersumber dari adanya defisit kembar (twin deficit). Yakni defisit dalam transaksi berjalan dan defisit antara pendapatan maupun investasi. Menurut dia, selama ini, Indonesia tidak pernah terhindar dari defisit transaksi berjalan. “Kita selama puluhan tahun tidak pernah tidak mengalami defisit transaksi berjalan. Pada 1983-1984, defisit itu melonjak sampai lebih dari 5 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) dan rata-rata 0,5 persen di periode 1990-1995,\" lanjutnya.
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu melanjutkan, pada periode 1983 samapi 1984, pemerintah melakukan perombakan kebijakan (deregulasi besar-besaran) dan sejumlah strategi industrialisasi. Dari yang sebelumnya berorientasi ke dalam negeri menjadi ke luar negeri. Yang menjadi andalan adalah ekspor non migas. Upaya tersebut cukup berhasil. \"Dalam 2-3 tahun sembuh.Hebatnya di situ. Sayangnya di periode 1994-1995, datang lagi tapi amunisi tidak memadai sehingga defisit transaksi berjalan kita naik lagi 3,5 persen atau mendekati 4 persen seperti sekarang,\"lanjutnya.
Kemudian, di samping defisit transaksi berjalan, Indonesia harus berhadapan dengan defisit pendapatan dan investasi. Karena itu, pada 1970, pemerintah mengkampanyekan gerakan menabung secara masif. Namun, lama kelamaan masyarakat mulai lupa. Akibatnya, tabungan yang ada tidak mencukup sehingga dibutuhkan bantuan dana dari luar untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.
‘’Tapi secara formal kita bicara FDI (Foreign Direct Investment), faktanya tidak mampu. Maka kita undang portofolio investment. Sekarang kita lihat peran asing dan SUN (Surat Utang Negara). Kita adalah negara paling tinggi asingnya di permodalan. Jadi ini yang harus dijawab. Pasti ada hubungannya dengan industrialisasi jadi perlu ada penanganan mekanisme yang tepat untuk mengatasi hal ini,’’urainya.
(owi/ken)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: