Bunga Tinggi, Pengusaha Ngeluh
Kondisi utama yang dihadapi dari ekonomi global yakni rencana normalisasi suku bunga acuan The Fed yang selama delapan tahun berada di posisi yang sangat rendah. Bahkan, Agus juga berujar bahwa pihaknya melihat sinyal kuat dari The Fed yang diprediksi akan menaikkan suku bunga di 16-17 Desember mendatang.
Di sisi lain, kondisi domestik dianggap menunjukkan beberapa perbaikan. Hal itu terlihat dari capaian Indeks Harga Konsumen (IHK) yang selama dua bulan berturut-turut mencatatkan deflasi. Selain itu, kondisi current account deficit (CAD) juga tercatat mengalami perbaikan yakni di kisaran 2 persen. Bahkan, BI memprediksi CAD berada di posisi 2,1 persen dari GDP (USD 18 miliar).
Meski mengisyaratkan adanya pelonggaran kebijakan moneter, namun, BI juga akan terus mengevaluasi seluruh data-data yang ada. ‘’Perkembangan di dalam negeri menujukkan kondisi yang baik, kondisi itu kita sambut baik. Tetapi kondisi di luar negeri yang ada yakni stabilitas sistem keuangan masih lemah,’’jelasnya.
Corporate Secretary PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk Hari Siaga mengungkapkan bahwa perbankan akan terus memonitoring langkah BI soal suku bunga acuan. ‘’ pasti memiliki mekanisme tersendiri. Baik dari capaian inflasi dan lainnya untuk menjaga posisi BI rate,’’ujarnya kepada Jawa Pos, Selasa (10/11).
Namun, dia juga berpendapat bahwa BI rate bukanlah satu-satunya instrumen utama bagi bank untuk menentukan suku bunganya. Instrumen lain yang ikut berperan penting yakni cost of fund atau biaya dana.
‘’Memang BI rate jadi salah satu acuan. Tetapi, naik-turunnya suku bunga bank tidak hanya diukur dari BI rate saja, namun dari cost of fund juga. Saat ini bank berlomba-lomba mencari CASA atau dana murah untuk memperbaiki struktur biaya dana,’’tambahnya.
Selain itu, anggapan apabila BI rate turun maka secara otomatis penyaluran kredit akan terakselerasi juga dianggapnya bukan indikator utama. Dia mencontohkan bahwa meski suku bunga ada di posisi yang cukup tinggi, namun hingga kini kinerja penyaluran kredit mikro dari emiten dengan kode perdagangan BBRI tersebut tetap mencatat tren pertumbuhan.
‘’Contohnya saja, sebanyak 73-75 persen penyaluran kredit ada di segmen mikro, dan mencatat pertumbuhan 14 persen yang notabene diatas pertumbuhan kredit industri yang ada di kisaran 11 persen. Ini menunjukkan bahwa permintaan kredit masyarakat tetap tinggi meski suku bunga tinggi,’’urainya.
Kondisi makro, lanjutnya, memang berperan penting juga bagi bank untuk mengambil langkah untuk menaikkan atau menurunkan suku bunganya. Namun, sepanjang kebutuhan masyarakat akan permintaan kredit khsusnya kredit mikro masih tinggi, hal itu akan terus menjadi pertimbangan bagi perbankan untuk menentukan naik-turun suku bunga. ‘’Kebutuhan akan permintaan kredit mikro tetap sustain meski diimpit risiko perlambatan ekonomi dan bunga yang tinggi,’’katanya.
(wir/dee)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: