Laba KFC Terus Tertekan
JAKARTA - Melihat kondisi perekonomian yang melambat, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) memutuskan tidak menaikkan harga jual. Solusinya, pemilik gerai restoran cepat saji KFC di Indonesia itu berupaya meningkatkan margin laba terhadap pendapatan dari posisi saat ini sekitar 2,2 persen.
Pada 2014, FAST membukukan pendapatan Rp 4,208 triliun atau tumbuh sekitar 6,2 persen dibandingkan Rp 3,960 triliun pada 2013. Namun, laba bersih turun 2,7 persen menjadi Rp 152,0 miliar dibandingkan Rp 156,3 miliar. Sepanjang tahun ini, target pendapatan perusahaan yang dimiliki PT Gelael Pratama (43,8 persen) dan Grup Salim melalui PT Indoritel Makmur International Tbk (35,8 persen) tersebut tercatat Rp 4,574 triliun dengan laba bersih Rp 120 miliar. Sampai triwulan ketiga 2015, pendapatan mencapai Rp 3,283 triliun dan laba bersih Rp 72,2 miliar.
Direktur FAST Justinus D. Juwono menyatakan, di tengah tren kenaikan pendapatan, pos bottom line alias keuntungan bersih terus tertekan, terutama pada dua tahun belakangan ini. \"Termakan biaya-biaya operasional yang jauh lebih cepat naiknya dibandingkan sales,\" ucap dia saat Investor Summit and Capital Market Expo (ISCME) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin (10/11).
Sumber tekanan umumnya berasal dari kenaikan upah minimum yang selalu berubah dan ditentukan masing-masing daerah. Akibatnya, terjadi kenaikan harga beberapa bahan baku dan biaya materials handling serta harga bahan bakar minyak (BBM). \"Kenaikan upah di berbagai daerah kadang-kadang memberatkan pengusaha karena sering ditentukan tanpa berdasar survei kebutuhan ekonomi,\" akunya.
Nilai tukar rupiah yang melemah dan fluktuatif juga memberikan tekanan tambahan karena memengaruhi kenaikan bahan baku yang berdampak pada kenaikan harga pokok. Namun, perseroan memutuskan tidak menyesuaikan harga jual ke konsumen pada 2015. Sebab, FAST menghadapi faktor negatif lainnya yang berupa kompetisi semakin ketat dari bertumbuhnya kuliner-kuliner lokal yang populer di kalangan konsumen. \"Banyak makanan yang dikemas sedemikian rupa yang menjadi modern dan menarik. Itulah tantangan bagi kami,\" ucap Juwono.
FAST memilih berkorban mengurangi keuntungan dengan tidak menaikkan harga jual untuk tetap menjaga eksistensi dan kompetisi di pasar. \"Yang terpenting, tetap ada growth di sales. Yang lain itu sudah banyak yang turun (dari industri sejenis),\" tuturnya.
Padahal, pada waktu yang sama, FAST sedang berupaya meningkatkan margin laba bersih terhadap pendapatan dari posisi saat ini yang hanya 2,2 persen setelah pajak. Idealnya, kata Juwono, 5 persen. Margin laba bersih tersebut jauh di bawah 6,6 persen sebagai persentase fee yang harus dibayarkan dari total pendapatan kepada prinsipal selaku pemilik waralaba KFC di Kentucky, AS. Yaitu, Yum! Restaurants International (YRI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: