>

Penetapan UMP Berjalan Lambat

Penetapan UMP Berjalan Lambat

JAKARTA - Proses penentuan upah minimum daerah masih belum rampung sampai saat ini. Kondisi ini dinilai masih disebabkan kebijakan pemerintah yang masih rancu. Pemerintah pun diminta agar bisa memberikan kepastian secara regulasi untuk mendorong percepatan tersebut.

                Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, pihaknya terus memantau perkembangan daerah yang menetapkan upah minimum provinsi (UMP) atau kabupaten. Dari total 34 Provinsi di Indonesia, baru 21 Provinsi yang sudah menetapkan upah minimum. Sedangkan, 13 Provinsi sampai saat ini masih belum mengeluarkan keputusan.

                ‘’Memang biasanya penetapan ini seringkat molor. Tapi, sampai tengah bulan ini rupanya masih banyak yang belum menetapkan. Padahal, deadline sesuai regulasi adalah 1 November,’’ujarnya di Jakarta kemarin (16/11).

                Dia menjelaskan, pemerintah sudah menetapkan 1 November sebagai tenggat waktu UMP karena beberpa alasan. Pertama, agar sosialisasi ke perusahaan dan pekerja bisa menyeluruh. Kedua, hal tersebut memberikan kesempatan bagi perusahaan yang tak sanggup untuk mengajukan penundaan.

                ‘’Proses pengajuan penundaan itu tidak sebentar. Harus melalui audit finansial, persetujuan pekerja, sampai persetujuan pemerintah daerah. Karena itulah, diberi waktu dua bulan sebelum gaji baru tersebut diterapkan,’’ungkapnya.

                Lambatnya penetapan UMP, lanjut dia, dinilai karena kebijakan baru pemerintah berupa PP nomor 78 2015. Peraturan pemerintah yang menetapkan formula pengupahan berdasarkan inflasi dan produksi domestik bruto nasional tersebut masih bertentangan secara konstitusi. Ha tersebut membuat beberapa kepala daerah ragu mengacu ke undang undang 13 2003 atau PP terbaru tersebut.

                ‘’Dari 21 pemerintah provinsi yang sudah menetapkan ada sembilan yang tidak mengacu ke PP 78. Karena memang logikanya undang-undang lebih tinggi daripada peraturan pemerintah. Tapi sisanya mengacu karena diancam pengurangan Dana Alokasi Umum dan Khusus dalam surat edaran menteri dalam negeri,’’ungkapnya.

                Timboel pun mendorong agar pemerintah tidak rancu dalam menerapkan peraturan. Jika memang harus menerapkan formula di PP, pemerintah harus melakukan amandemen undang-undang. Atau, jika memang keadaan mendesak, Presiden bisa mengeluarkan PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) untuk pasal yang berkaitan.

                ‘’Tapi, sampai saat ini sama sekali tidak ada tindakan. Wajar saja pemerintah daerah jadi ragu-ragu untuk menentukan besaran UMP 2016,’’imbuhnya.

                Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dengan tegas meminta para kepala daerah  untuk menggunakan PP 78 2015 untuk menentukan UMP 2016. Menurutnya, kebijakan tersebut dipastikan tidak akan merugikan pihak manapun.

                ‘’PP Pengupahan harus diterapkan sesuai ketentuan. Ini bukan soal rendah atau tingginya kenaikan upah. Tapi demi kepentingan pekerja, pengusaha dan pengangguran di Indonesia,’’ungkapnya.

(bil)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: