Kegigihan Pejuang Sanitasi di Biak Numfor Mengubah Tradisi Tidak Sehat
Sudah delapan jamban dia berikan secara gratis kepada warga sekitar. Dia mengaku memang tak terlalu menghitung untung dan rugi dari usaha yang dirintis pada 2014 itu. ‘’Yang terpenting, demi STBM, Papua harus bebas dari penyakit,’’jelasnya.
Kebiasaan buang apuy sembarangan memang erat kaitannya dengan tingginya tingkat kematian balita. Setiap jam, anak meninggal di Indonesia karena diare dan pneumonia yang sebenarnya bisa dicegah dengan sanitasi yang baik.
Kini pesanan ke Ruben tidak hanya datang dari Biak, pulau terbesar di Biak Numfor. Dia mengaku sering menyuplai jamban hingga ke Numfor, pulau terbesar kedua, dan Supiori, kota yang sejak Desember 2003 memisahkan diri dari Kabupaten Biak Numfor.
Sejak pertengahan 2014, total sekitar 900 jamban telah dia produksi. Sebanyak 250 di antaranya sudah dikirim ke luar Biak. Bulan depan dia pergi ke Nabire dan Wamena untuk mengajarkan pembuatan jamban tersebut. ‘’Saya rela melakukan semua ini untuk kesehatan generasi Papua mendatang,’’ katanya.
Kontribusi Marthina, Ruben, dan para relawan terbukti turut menggenjot kondisi sanitasi di Biak Numfor. Data Susenas 2014 menunjukkan, di kabupaten yang terdiri atas dua pulau besar serta 42 pulau kecil lainnya tersebut, cakupan sanitasinya sudah mencapai 94,6 persen. Itu terbaik kedua se-Provinsi Papua, yang pertama adalah Jayapura.
Menurut Ketua Program Water, Sanitation, and Hygiene Unicef Indonesia Aida Cronin, perlu ada komitmen besar untuk terus mendorong program sanitasi tersebut. ‘’Jangan sampai generasi berikutnya mengalami masalah karena kondisi tidak baik yang mereka alami saat ini,’’katanya.
(*/c10/ttg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: