>

GBHN Akan Dihidupkan Kembali

GBHN Akan Dihidupkan Kembali

Terkait adanya amademen UUD 45 yang kelima, Fahri menegaskan dukungannya. \"Kita baru amademen empat kali, negara-negara maju seperti Amerika sudah puluhan kali,\" kata politisi PKS tersebut.

 

Dukungan juga datang dari Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Surya Paloh. Menurut Paloh, bukanlah hal salah, jika kebijakan yang sempat ditiadakan dihidupkan kembali, apabila itu dirasakan dibutuhkan. “GBHN meletakkan dasar perencanaan pembangunan jangka panjang, fungsi, serta tugas yang dijalankan pemimpin pemerintahan,” kata Paloh.

Sementara itu, pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan, pengaktifan kembali GBHN akan berbenturan dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia. Sebab membuat presiden tidak bias keluar dari haluan dan visi GBHN.

“Semuanya, presiden jadi bekerja sesuai arahan GBHN,” ujarnya saat dihubungi tadi malam. Implikasinya, lanjut Ray, tanggung jawab presiden akan tertuju pada pembuat GBHN, sementara kepada masyarakat akan berkurang.

Sementara jika PDIP mengusulkan dengan jalan membuat Undang-undang, maka hal itu akan berbenturan dengan hal-hal teknis lainnya. “Siapa yang membuat, statusnya apa, apakah mengikat kepada presiden sesudahnya. Letak GBHN  di mana,” jelasnya.

Pernyataan berbeda dikatakan Kepala Pusat Studi Politik Universitas Padjajaran, Muradi. Meski terkesan sebagai sikap politik yang sedikit “banci”, membangkitkan kembali kewenangan MPR dalam GBHN bukanlah hal yang buruk. Sebab, sistem politik yang tidak memberikan waktu lebih dari 10 tahun mempersulit laju pembangunan.

“Jadi sudah dibuat program, belum selesai bikin baru lagi. Maju mundur terus, tidak maju-maju,” kata Muradi tadi malam kepada Jawa Pos. padahal, idealnya pembangunan bias dirasakan dalam empat kali pemilu.  Apalagi, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) atau daerah tidak bersifat mengikat. “Apa yang bisa menjamin keberlanjutan, salah satu yang mengikat adalah GBHN,” tuturnya.

Terkait soal terbelenggunya kewenangan Presiden, Muradi menilai itu tidak terlalu signifikan. Pasalnya, ikatan antara presiden dengan pemegang GBHN sifatnya sebatas memberikan laporan tahunan.

 

Namun di luar itu semua, cara yang paling baik adalah dengan membangun kekuatan politik yang kuat. Tapi berbasis kerja yang baik dan membuat kebijakan pro publik. “Jadi tinggal dipersiapkan saja kader penggantinya,” pungkasnya.

(far)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: