>

Joko Akui Tak Tahu Soal Kadar Aspal

Joko Akui Tak Tahu Soal Kadar Aspal

JAMBI - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengaspalan jalan di Kabupaten Tebo, Senin (1/2) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jambi. Sidang yang diketuai I wayan Sukradana, dengan agenda pemeriksaan terdakwa Joko Priadi.

Di persidangan, terdakwa mengakui jika perbuatannya salah. Namun, kepada majelis hakim terdakwa mengatakan bahwa ia tidak memahami terkait kadar aspal. Mantan Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tebo ini baru mengetahui soal kadar aspal setelah tim Kejagung melakukan pemeriksaan. \"Mohon maaf yang mulia, terkait soal kadar aspal baru saya ketahui setelah ada tim dari kejaksaan agung,\" sebut Joko.

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa mengatakan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka pada saat masih dalam masa kontrak. Pada paket 10 pengerjaan jalan aspal sudah ada serah terima dan, uangnya sudah diterima rekanan.

\"Terdakwa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini pada saat masih dalam masa kontrak. Dan, pekerjaannya yang belum selesai menjadi terbengkalai. Memang, diakui terdakwa kalau dia tidak memahami soal kadar aspal,\" ujar penasehat hukum terdakwa.

Joko Priadi, selaku terdakwa juga menanyakan bagaimana jika pada saat dilakukan uji sampling, dan saat penyelidikan, masih dalam masa kontrak. “Lakukan apa yang ada dalam kontrak. Perbaikan dan segala macamnya. Karena itu sudah ada di dalam kontrak,” tutur ahli menegaskan.

Untuk diketahui, ada beberapa tersangka pada kasus dugaan korupsi pekerjaan pengaspalan jalan yang terdiri dari paket 11 Jalan di Desa Muaro Niro sepanjang 5,84Km di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tebo. Dan Joko Pariadi adalah salah satunya, dimana pada proyek ini Joko bertindak sebagai Pengguna Anggaran.

Joko dan tersangka lainnya diduga terlibat dalam dugaan korupsi pekerjaan Paket 10 (Pengaspalan Jalan Pal 12–Jalan 21) yang merupakan proyek multiyears dan Paket 11 (Pengaspalan Jalan Muara Niro–Muara Tabun) di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tebo Tahun Anggaran 2013–2015, yang menelan anggaran Rp 63 miliar.

Proyek ini dilakukan pada tahun 2013 hingga 2014. Modus yang ditemukan oleh penyidik adalah adanya proyek pengerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

 (wsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: