Setelah Pencairan, Edi Go Menghilang
JAMBI- Sidang kasus dalam proyek pembangunan tahap dua gedung Mapolda Jambi tahun 2015, yaitu pamasangan atap kantor yang dikerjakan oleh sub kontraktor dengan terdakwa Edi Go kembali digelar, Selasa (7/6), di Pengadilan Negeri Jambi. Kali ini, JPU Kejati Jambi, Zuhdi menghadirkan Junaidi Butarbutar, direktur PT GHK, rekanan dalam proyek ini sebagai saksi.
Kepada majelis hakim yang diketuai Rudito, Junaidi menjelaskan, jika PT GHK memenangkan lelang proyek pembangunan gedung Mapolda. Dalam sidang ini juga baru diketahui, jika Edi Go menghilang setelah adanya pencairan pada termin ke 85 persen. “Kontraknya dari Mei sampai Desember 2015,” katanya seraya menjelaskan, jika saat ini, urusan pekerjaan bangunan sudah selesai.
Saksi juga menerangkan, jika terdakwa Edi Go dalam proyek ini adalah sebagai suplayer material dan pemodal. Hal itu, katanya, sudah diikat dalam perjanjian kerjasama yang dilengkapi dengan akta notaris. “Dia (terdakwa, red) menjadi bagian dari PT GHK untuk urusan permodalan,” sebutnya.
“Kapan akta notaris dibuat?,”tanya majelis. “Sekitar September 2015 kerjasama di akte notaris,” jawab saksi. “Jadi bukan sejak awal?,” tanya majelis lagi. “Bukan sejak awal,” sebut saksi.
Diterangkan Junaidi lagi, dengan perjanjian itu, terdakwa Edi Go bertanggungjawab atas segala pembayaran dan pengelolaan keuangan proyek. Dikatakannya, kerjasama dengan Edi Go terbentuk ketika pekerjaan sudah memasuki termin kedua, dengan persentase pekerjaan mencapai 20 persen.
Soal kenapa terdakwa diajukan ke persidangan, saksi menegaskan, jika terdakwa tak menjalankan tanggungjawabnya untuk membayar uang hasil pekerjaan ke subkontraktor. “Subkontraktornya ada dua, yakni Robet untuk rangka atap dan Ayong untuk mecanical electrical,” jelasnya.
Dari perjanjian, jelas Junaidi, keuntungan dari pekerjaan, akan dibagikan sebesar 60-40. Namun, keuntungan itu akan dibagikan setelah seluruh pekerjaan selesai 100 persen. “Jadi ada rapat di Mapolda bulan Oktober untuk percepatan pembangunan, karena waktu sudah hampir habis. Jadi untuk itu, terdakwa mengatakan dalam rapat itu, dia butuh Rp 1,5 M untuk percepatan,” katanya.
“Uang itu (Rp 1, 5 M, red) diambil saat setelah pencairan termin 85 persen pada November sebesar Rp 4 M. Lalu diambil Rp 1, 5 M dana darisitu,” tambahnya.
“Dana itu untuk siapa atau haknya siapa?,” tanya majelis. “Itu harusnya dibayarkan kepada subkontraktor. Namun pada kenyataan setelah pencairan, terdakwa lari. Itu uang pak Robet seharusnya dan Ayong. Setelah pencairan terdakwa menghilang. Setelah pekerjaan selesai semua, baru dia (terdakwa, red) bisa dihubungi,” tegas saksi.
Setelah keterangan saksi dirasa cukup, majelis hakim menunda sidang pada pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.
(wsn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: