>

Temukan Indikasi Pungli di Tempat Rehabilitasi

Temukan Indikasi Pungli di Tempat Rehabilitasi

JAKARTA – Rehabilitasi pengguna narkoba mendapatkan penilaian yang kurang baik dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Mereka menengarai ada praktik-praktik maladministrasi dalam rehabilitasi narkoba. Bahkan, indikasi itu mengarah pada pungutan liar.

Anggota ORI Prof Adrianus Meliala menuturkan selama ini rehabilitasi untuk pecandu narkoba itu diberikan secara gratis. Tapi, karena fasilitas yang dimiliki pemerintah tidak mencukupi maka ada peran swasta. Nah, peran itu selama ini tidak diatur dengan regulasi yang jelas. ”Ini seperti free market. Tidak ada sentuhan regulator,” ujar dia.

Adrianus menuturkan ORI melakukan observasi secara terbuka dan terutup di sejumlah institusi penerima wajib lapor (IPWL) bagi pecandu narkoba pada pertengahan Mei lalu. Diantaranya di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, Rumah Sakit Pusat Fatmawati, Poliklinik BNN, dan Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit. ”Kami panggil banyak orang di lapangan. Kita kroscek juga. Ada BNN, Kemensos, dan Kemenkes,” imbuh dia.

Dari temuan ORI, rehabilitasi yang semestinya gratis itu ternyata berbiaya tinggi. Misalnya untuk biaya administrasi ada permintaan Rp 20 ribu, untuk cek urine berbiaya Rp 200 ribu, dan konsultasi dokter Rp 40-50 ribu. Itu tergantung tempat IPWL. Semakin besar biaya yang dikeluarkan semakin mewah fasilitas yang diberikan.

Adrianus mengungkapkan pembayaran itu juga karena sistem yang berjalan selama ini kurang bagus. Misalnya untuk klaim pembayaran dari rumah sakit yang tergolong lama ke kementerian. Selain itu juga ada kuota tertentu yang diberikan di tiap IPWL. Tapi, bila sudah melebihi kuota, pihak rumah sakit misalnya tentu tidak bisa menolak pasien.

”Makanya dimintain tolong dong dibantuin. Tapi itukan masalah. Secara negara salah. Karena ini menjurus ke pungli,” kata dia.

Hasil temuan dari ORI itu telah diberikan kepada BNN, Kemenkes, dan Kemensos untuk ditindaklanjuti segera. Saran yang diberikan oleh ORI antara lain BNN harus segera melakukan evaluasi pelaksanaan program rehabilitasi untuk peningkatan pelayanan.

Kepada Kemenkes berupa saran untuk memebrikan dukungan anggaran bagi pelayanan serta sarana dan prasarana program rehabilitasi yang mencukupi. Sementara saran untuk Kemensos untuk mengevaluasi IPWL yang bekerja sama dengan mereka.

Sementara Kepala Humas BNN Kombespol Sulistiandriatmoko menjelaskan, sebenarnya untuk rehabilitasi yang dikelola BNN itu sudah gratis, sama sekali tidak dipungut biaya. Kemungkinan besar rehabilitasi yang mahal itu karena dilakukan di rehabilitasi swasta.

”Yang membayar tentu penghuni yang memanfaatkan rehabilitasi swasta tersebut. Sebab, operasional tempat rehabilitasi dari sumber tersebut. Kalau pemerintah sudah tercover biayanya. Kalau sosialisasi bahwa rehabilitasnya gratis diminta ditingkatkan, tentu akan dilakukan,” jelasnya.

Terkait belum adanya kesepahaman antara penegak hukum terkait rehabilitasi, sebenarnya BNN telah berupaya maksimal agar memastikan bahwa pengguna bisa mendapatkan assessment. Sehingga, bisa mendapatkan layanan rehabilitasi. ”Kami sudah berupaya,” paparnya.

Dia menjelaskan, BNN akan terus berupaya memperbaiki pelayanan publik yang dikelolanya. Semua akan dilakukan semakin terbuka dan tentu lebih baik bila ada sinergitas antar lembaga. ”Ya, dalam konteks pemberantasan dan pencegahan harus bersama,” ungkapnya.

(jun/idr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: