>

Hutan Berkurang, Konflik Meningkat, Jumlah Tambang Illegal Naik 100 Persen

Hutan Berkurang, Konflik Meningkat, Jumlah Tambang Illegal Naik 100 Persen

JAMBI - Jumlah tutupan hutan Jambi hingga kini terus mengalami penurunan. Tahun 2017 ini hanya 18 persen dari luasan Jambi yang tertutup oleh hutan, atau jumlah hutan yang ada tinggal 930 ribu Ha.

Dikatakan oleh Direktur Warsi Jambi Rudy Syaf, Penyebab berkurangya hutan adalah  pertama  alih fungsi hutan, pembalakan liar, tambang liar dan kebakaran hutan.

“Yang menjadi perhatian adalah tambang illegal yang meningkat 100 persen,” katanya.

Dijelaskan Rudy, dampak dari berkurangnya jumlah hutan adalah termarjinalkannya masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan. Kerusakan dan bencana ekologi, hilangnya plasma nutfah dan cadangan biodiversity penting. Kemudian memicu perubahan iklim, berkurangnya sumber pangan dan ketersediaan air bersih. Konflik satwa dengan manusia.

“Berkurangya jumlah hutan juga mengakibatkan konflik social antara SAD dan Korporasi,” katanya

Akibat berkurangnya hutan orang rimba hidup di sawitan (HGU), dengan jumlah KK sebanyak 441 dengan total lahan yang dikuasai sebanyak 940 Ha. Kemudian untuk orang rimba yang tinggal di HTI sebanyak 230 KK dengan luasan lahan sebanyak 1050 Ha.

Rudy juga mengatakan, tahun 2017 ini luas lahan yang digunakan sebagai lokasi Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi lebih dari 100 persen dari jumlah tahun 2016.

Dari catatan Warsi tahun 2016 di Kabupaten Sarolagun  tercatat ada sebanyak 6.370 ha lahan yang digunakan untuk kegiatan PETI, tahun 2017 ini menjadi sebanyak 13.762 ha,  dengan artian mengalami peningkatan sebanyak 7392 ha dalam kurun 1 tahun.

Kemudian di Kabupaten Merangin, yahun 2016 tercatat sebanyak  4556     ha lahan, tahun 2017 ini mengalami peningkatan sebanyak 5.123 ha. Dengan demikian di Merangin lahan yang digunakan untuk kegitan peti saat ini sebanyak   9.679ha.

“Untuk  Bungo saat ini ada 4.094 ha, jumlah ini baru dilakukan pemeriksaan oleh Warsi,” ungkapnya.

Dengan kejadian ini, Rudy mengatakan, Warsi merekomendasikan agar  pemerintah melakukan moratorium ahli fungsi lahan untuk koorporasi secara permanen. Kemudian mendorong pemerintah untuk memperluas akses masyarakat dalam mengelola hutan dalam skema perhutanan sosial.

“Skema ini dianggap mampu menganggulangi,” katanya.

Kemudian mendorong realisasi janji pemerintah untuk mempermudah perhutanan sosial dan restorasi dua juta lahan gambut segera mungkin Pematang rahim.selanjutnya, mendorong pemerintah dan korporasi untuk melakukan redistribusi lahan kebutuhan Suku Anak Marjinal baik dengan skema perhutanan sosial ataupun reforma Agraria.

“Segera menertibkan PETI , menetapkan kawasan tambang rakyat. Dan memberikan jaminan Hak hidup dan perlindungan kesehatan pada SAD,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: