>

Samarkan Transaksi Lewat Money Changer, Setnov Mengajukan Diri Sebagai Justice Collaborator

Samarkan Transaksi Lewat Money Changer, Setnov Mengajukan Diri Sebagai Justice Collaborator

JAKARTA - Benang kusut aliran uang USD 7,3 juta yang diduga diterima mantan ketua umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) diurai lapis demi lapis oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di persidangan kemarin (11/1), jaksa menghadirkan 4 orang saksi yang ditengarai terlibat langsung dalam transaksi uang korupsi e-KTP itu.

Mereka adalah manager marketing PT Inti Valuta Money Changer Panglima Polim Riswan alias Iwan Barala, komisaris PT Berkah Langgeng Abadi Juli Hira, pegawai PT Berkah Langgeng Abadi Nunuy Kurniasih dan karyawan PT Sharp Indonesia Muda Ihsan Harahap. Melalui mereka, penyamaran transaksi sebagian uang diduga korupsi e-KTP (dari total USD 7,3 juta) terungkap.

Misal yang disampaikan Iwan. Dia mengaku pernah melakukan transaksi jual beli dollar dengan keponakan Setnov, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo pada rentang waktu Januari-Februari 2012 silam. Jumlanya USD 2,62 juta. Transaksi yang dilakukan menggunakan modus barter dollar melalui money changer milik Juli Hira di Singapura.

”Dia (Irvanto) cerita ada dollar di luar negeri. Dia (Irvanto) mau tukar tapi dia nggak mau terima rupiah di Indonesia. Dia mau terima dollar di Jakarta. Itu namanya barter. Biasa itu (barter, Red),” ungkap Iwan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin (11/1). Keterangan Iwan itu merupakan fakta baru dalam skandal korupsi e-KTP yang melibatkan Setnov.

Iwan bukan pihak yang melakukan barter dollar secara langsung. Tanpa sepengetahuan Irvanto, dia meminta bantuan Juli Hira yang memiliki perusahaan money changer di Singapura dibawah naungan PT Berkah Langgeng Abadi. ”Saya bilang (ke Juli) nasabah saya ada yang mau tukar dollar,” ujar Iwan yang baru pertama kali bersaksi di pengadilan tersebut.

Sebagaimana diwartakan, berdasar surat dakwaan JPU KPK, rekanan proyek e-KTP, yakni Paulus Tannos, Anang Sugiana Sudihardjo dan Johannes Marliem menyepakati bagian fee, yaitu sebesar USD 3,5 juta untuk Setnov. Jatah itu akan direalisasikan oleh Anang selaku Dirut PT Quadra Solution.

Nah, karena waktu itu Anang belum bisa mencairkan uang dari perusahaannya, uang untuk Setnov lantas diambilkan dari bagian pembayaran PT Quadra Solution melalui perusahaan Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone Indonesia.

Berdasar pemeriksaan saksi kemarin, terungkap bahwa dana sebesar USD 2,62 juta yang menjadi objek barter dollar yang disepakati Iwan dan Irvanto bersumber dari Biomorf Mauritius yang berkantor di negara Mauritius, Afrika. Transaksi uang dilakukan dari negara kepulauan itu ke Singapura lewat salah satu rekening money changer Juli. ”Saya nggak punya jalur ke Singapura,” tutur Iwan.

Sempat terjadi perbedaan angka antara yang disampaikan Iwan dengan yang dinyatakan Juli dan Nunuy terkait dengan barter dollar itu. Juli dan Nunuy mengatakan, total jumlah uang dalam transaksi tersebut sebesar USD 2,75 juta dengan perincian USD 2,55 juta dan USD 200 ribu. Selisih itu terjadi lantaran adanya perbedaan poin nilai keuntungan.

Meski demikian, Iwan maupun Juli serta Nunuy mengaku tidak tahu menahu bila uang tersebut berkaitan dengan korupsi berjamaah e-KTP. Mereka mengaku, barter dollar yang dilakukan murni kegiatan perdagangan. ”Setahu saya yang USD 200 ribu tercatat dari Biomorf (Mauritius), yang satunya lupa,” terang Nunuy di hadapan majelis hakim. ”Tapi kami tidak tahu itu e-KTP,” imbuh July.

Uang-uang itu secara bertahap diserahkan Juli ke Iwan. Berikutnya, Iwan menyerahkan uang tersebut 3 kali secara tunai ke Irvanto melalui orang suruhan. Selain memanfaatkan jasa money changer, Irvanto juga meminta Ikhsan Muda Harahap untuk menjadi kurir pengambilan uang dari Singapura untuk kemudian dibawa ke Jakarta.

Berdasar pemeriksaan saksi di sidang kemarin, penerimaan uang dari Biomorf ke Irvanto dilakukan beberapa kali. Yakni, USD 29.075 (24 Februari 2012), USD 699.878 (12 Maret 2012), USD 714 ribu dan SGD 148 ribu (23 Maret 2012), USD 299.273 (7 Mei 2012), USD 99.040 (10 Agustus 2012), dan USD 49.893 (12 September 2012).

Ada pula USD 350 ribu (11 Desember 2012) yang diperoleh dari seseorang bernama Agung. ”Saya tarik cash lalu saya berikan ke Irvanto,” ujar Ikhsan dalam kesaksiannya kemarin. Terkait modus penyamaran transaksi uang diduga korupsi e-KTP itu, Setnov mengaku tidak mengetahui. ”Saya tidak tahu transaksi itu,” tuturnya.

Penasehat hukum (PH) Setnov, Firman Wijaya mengatakan, kliennya tengah mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus e-KTP. Hanya, tidak jelas pihak mana yang akan diungkap oleh Setnov bila JC itu dikabulkan pimpinan KPK. ”Intinya kami mencari keadilan, nanti bergantung beliau (SN) siapa yang mau diungkap,” ujarnya kepada Jawa Pos (Induk Jawa Pos).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: