Dana Pendidikan 400 T, Hasil Tak Nampak
Muhadjir membeberkan tidak maksimalnya pendidikan di Indonesia dikarenakan masih banyak guru yang tidak kompeten. Terutama guru untuk pendidikan vokasi atau SMK. \"Sebenarnya syarat SMK tidak bisa terpenuhi sebab tidak ada guru,\" ujarnya. Misalnya saja dsri jurusan pertanian, kelautan, industri kreatif, dan pariwisata. \"Tidak ada IKIP (perguruan tinggi yang dikhususkan mendidik calon guru, Red) yang membuka keguruan untuk empat bidang itu,\" imbuhnya.
Dia juga mengatakan jika tidak semua SMK memenuhi standar kompetensi. Sebab lebih banyak guru yang mengajar bidang adaptif dan normatif. Sementara guru untuk bidang yang dalam jurusan hanya sedikit. \"Totalnya hanya 35 persen,\" ungkapnya.
Muhadjir pun mengaku telah melaporkan masalah ini kepada Presiden Joko Widodo. \"Kita akan selesaikan secara bertahap,\" katanya. Dia berjanji akan membenahi guru dari segi kualitas maupun kuantitas.
Dari hasil Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan ada beberapa rekomendasi. Terkait ketersediaan dan peningkatan profesionalisme guru, pemerintah pusat dan daerah perlu kerja sama mempercerpat regulasi teknis aparatur negeri sipil untuk memenuhi kekurangan guru. Caranya dengan pengangkatan atau redistribusi guru. \"Moratorium yang dilakukan pads 2005 lalu membuat kita semakin kekurangan guru. Apalagi adsnya guru pensiun yang tidak diimbangi dengan pengangkatan guru baru,\" kata Muhadjir.
Selain itu juga dalam agenda yang diselenggarakan selama 5 hingga 7 Februari itu juga mendorong pemda untuk melakukan pemetaan dunia usaha dunia industri (DUDI), potensi wilayah, analisis kompetensi guru, dan kebutuhan guru. Dengan demikian diharapkan permasalahan revitalisasi pendidikan vokasi seperti SMK akan bisa cepatbdilakukan. Dalam hal ini BUMN dan BUMD juga juga sebisa mungkin bekerjasama dengan SMK.
Kemenristekdikyi pun didorong untuk memperluas Politeknik untuk menghasilkan guru SMK. Hal itu diwujudkan juga dengan kerjasama LPTK dan P4TK. Trainingbdari industri atau lembaga nasional dan internasional untuk meningkatkan kompetensi guru dan lulusan SMK bisa dipekerjerjakan. Dalam hal ini kemendikbud telah melakukan kerjasama dengan sEAMEo dalam hal peningkatan jurusan pertanian.
Sementara itu pernyataan JK juga mendapat tanggapan dari pengamat pendidikan. Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengomentari pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait anggaran pendidikan Rp 400 triliun namun belum signifikan hasilnya. Menurut Indra persoalan mendasarnya adalah tidak adanya cetak biru (blue print) di dunia pendidikan.
Menurut Indra dengan tidak adanya cetak biru arah pembangunan pendidikan nasional itu, maka arah pembangunan pendidikan nasional tidak jelas. Ujungnya anggaran dana pendidikan Rp 400 triliun pun tidak terlihat signifikan hasilnya.
Dia mencontohkan masih tingginya kasus putus sekolah, padahal pemerintah memiliki program kartu Indonesia pintar (KIP). Menurutnya besarnya angka putus sekolah menunjukkan biaya sekolah masih mahal. ’’Yang putus sekolah kebanyakan orang miskin,’’ tuturnya.
Persoalan putus sekolah itu dipicu karena sekolah negeri justru dipenuhi siswa-siswa dari keluarga mampu dan kaya. Sementara siswa-siswa dari keluarga miskin tidak bisa masuk sekolah negeri karena tidak bisa menembus seleksi penerimaan siswa baru. Akibatnya anak-anak keluarga miskin sekolah di sekolah swasta dan berbayar.
Selain itu Indra mengkritisi dunia pendidikan yang banyak terjamah urusan politik. Contohnya kepala dinas pendidikan di daerah diduduki oleh pejabat yang tidak berlatar belakang pendidikan. ’’Karena tim sukses, didudukkan sebagai kepala dinas pendidikan. Padahal tidak memiliki latar belakang dunia pendidikan,’’ tuturnya.
Rencana pemerintah mengangkat guru honorer juga cenderung beraroma politik. Bisa dikaitkan dalam rangka mencari dukungan jelang pemilihan Presiden 2019 nanti. Dia menjelaskan hasil evaluasi dari Kemendikbud, kualitas guru honorer saat ini belum bagus. Sehingga tidak bisa dipaksakan untuk diangkat menjadi guru honorer.
Indra berharap pemerintah segera menetapkan cetak biru arah pembangunan pendidikan nasional. Sehingga meskipun ada pergantian rezim presiden, menteri pendidikan, gubernur, bupati, dan walikota, tetap sesuai arah yang sudah ditetapkan. ’’Seperti membangun rumah, kalau ada desainnya, siapapun tukangnya akan sesuai dengan yang direncanakan,’’ jelasnya.
(jun/wan/lyn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: