>

Profesor Dapat Perpanjangan Waktu, Tulis Publikasi Internasional agar Tunjangan Tak Dicabut

Profesor Dapat Perpanjangan Waktu, Tulis Publikasi Internasional agar Tunjangan Tak Dicabut

JAKARTA - Sebanyak 3.800 lebih guru besar yang tunjangan kehormatannya terancam dihentikan bisa sedikit lega. Ini setelah Kemenristekdikti akhirnya memperpanjang batas akhir penulisan publikasi internasional hingga November 2019. Keputusan Kemenristekdikti itu memang terkesan tidak konsisten.

Sebab, dalam regulasi Permenristekdikti 20/2017 tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor ketentuannya mengikat. Yakni jika ada guru besar atau profesor yang tidak menulis publikasi ilmiah internasional, tunjangan kehormatannya akan dihentikan sementara. Tunjangan kehormatan guru besar ditetapkan dua kali gaji pokok.

Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan, regulasi itu bakal direvisi. Proses revisi sudah mencapai 95 persen. Di antara klausul revisinya adalah memberikan perpanjangan waktu bagi profesor yang belum membuat publikasi sampai November 2019.

Dia tidak menjelaskan dengan detail alasan perpanjangan waktu tersebut. ’’Biar tidak ada gonjang-ganjing,’’ katanya di kantornya kemarin (22/2). Guru besar UGM Jogjakarta itu menegaskan, jika sampai November tahun depan masih ada profesor yang tidak membuat publikasi, tunjangan kehormatannya akan dihentikan sementara.

Ghufron menegaskan, kewajiban membuat karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi itu sejatinya tidak berat. Sebab, seorang guru besar tidak harus menjadi penulis utama. Mereka bisa juga berstatus sebagai pembimbing atau menjadi penulis bersama guru besar lainnya.

Dia berharap perpanjangan waktu sekitar 1,5 tahun ini dimanfaatkan sebaik-baiknya. Apakah waktunya cukup untuk membuat publikasi? Ghufron mengatakan perpanjangan waktu dia rasa sudah cukup. ’’Kan (misalnya) ada yang sudah 90 persen jalan,’’ tuturnya. Bagi Ghufron, seorang guru besar bukan dosen sembarangan. Di kepalanya pasti sudah banyak ide atau gagasan penelitian.

Jumlah guru besar yang terdapat di Kemenristekdikti berjumlah 5.366 orang. Dari jumlah itu, ada 4.299 yang mendaftar di sistem pendataan jurnal ilmiah Sinta (Science and Technology Index). Kemudian setelah dilakukan verifikasi dan penilaian, hanya 1.551 orang profesor yang yang dinyatakan memenuhi kriteria publikasi internasional bereputasi.

Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Asep Saepudin mengatakan, diperpanjangnya batas akhir pembuatan publikasi internasional untuk profesor menunjukkan pemerintah tidak punya pegangan. Guru besar IPB itu mengatakan, pemerintah tidak punya tawaran solusi. Menurutnya, memperpanjang batas waktu penulisan publikasi internasional itu bukan sebuah solusi atas persoalan yang ada. \'\'Hasil dari perpanjangan waktu itu paling hanya menambah satu sampai dua persen saja,\'\' tutur Rektor Univeritas Al Azhar Indonesia (UAI) itu.

Wakil Ketua Komisi X DPR (bidang pendidikan) Ferdiansyah mengatakan, para guru besar pernah wadul ke parlemen terkait kebijakan kewajiban publikasi itu. Mereka mengeluhkan bahwa ada kendala untuk menjalankannya. Di antaranya adalah ketentuan yang terlalu merepotkan. ’’Tidak persoalan diperpanjang,’’ kata politisi Partai Golkar itu.

Sebaiknya, Kemenristekdikti memperbaiki regulasinya. Selain itu juga dilakukan sosialisasi yang lebih luas dan dibuat petunjuk teknis. Selain itu, Ferdiansyah juga meminta Kemenristekdikti mengevaluasi hasil karya tulis yang sudah masuk. Sehingga benar-benar bisa berdampak pada kemajuan bangsa Indonesia.

Kemudian dia mengingatkan supaya pemerintah tidak mengedepankan sanksi atau punishment. Tetapi juga memberikan reward bagi guru besar dengan karya publikasi internasional terbaik. ’’Misalnya yang terbaik mendapatkan hadian Rp 100 juta. Supaya menambah semangat,’’ katanya.

(wan/oki)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: