Kejar Target Elektrifikasi 99 Persen, Upayakan Tarif Listrik Tidak Naik hingga 2019
JAKARTA – Pemerintah mengupayakan tidak terjadi kenaikan tarif listrik hingga akhir 2019. Meski beririsan dengan momentum politik pemilihan umum, pertimbangan utama dalam rencana tersebut ialah menjaga daya beli masyarakat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan bahwa hal itu disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Yakni, meminta kestabilan tarif listrik guna menjaga kestabilan perekonomian nasional hingga dua tahun mendatang. ’’Saya kira bukan karena pemilihan presiden, tetapi lebih karena pemerintah mempertimbangkan kemampuan penyerapan listrik oleh masyarakat,’’ kata Jonan dalam Renewable Innovation Forum di Hotel Kempinski kemarin (22/2).
Sebelumnya, pemerintah pada awal tahun ini menetapkan tidak ada kenaikan tarif BBM dan listrik hingga Maret 2018. Itu dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
Pemerintah berharap, stabilnya tarif listrik bisa membuat target elektrifikasi mencapai 99 persen pada 2019. Saat ini rasio elektrifikasi baru mencapai 94,91 persen. Capaian itu telah melampaui target yang dicanangkan pemerintah, yakni 92,75 persen. Tahun ini target rasio elektrifikasi nasional diharapkan menyentuh angka 95,15 persen.
Saat ini masyarakat Indonesia yang belum merasakan listrik sekitar 11 juta orang. Salah satu masalah untuk menaikkan elektrifikasi adalah infrastruktur dan keterjangkauan biaya listrik. Terutama di wilayah 3T (terluar, terpencil, terdepan) yang belum terjangkau listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara.
Nah, salah satu cara meningkatkan elektrifikasi nasional dengan harga listrik yang terjangkau ialah membangun listrik off grid atau di luar jaringan PLN menggunakan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT). Meski demikian, porsi dari pembangkit EBT masih minim untuk bauran energi, yakni mencapai 5,09 persen.
Porsi pembangkit listrik terbesar masih berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara. Karena itu, PLN meminta pemerintah menetapkan harga batu bara domestik atau DMO (domestic market obligation) untuk keperluan pembangkit listrik. Sebelumnya, PLN pernah meminta harga batu bara DMO berkisar USD 60 per ton.
Saat ini HBA (harga batu bara acuan) telah tembus di angka USD 100,69 per ton. Jika pembelian batu bara harus mengikuti kenaikan HBA di tengah-tengah tarif listrik yang tidak naik, tentu keuangan PLN akan terbebani. ’’Tahun lalu RKAP kan USD 63 per metrik ton (harga batu bara, Red). Ketika menjadi USD 80-an per metrik ton itulah dampak (beban keuangan, Red) menjadi Rp 14 triliun,’’ ujar Direktur Pengadaan Strategis PT PLN Supangkat Iwan Santoso.
Pada triwulan ketiga tahun lalu, beban keuangan PLN sebesar Rp 14,7 triliun. Jumlah itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2016 yang mencapai Rp 13,9 triliun.
Di sisi lain, asosiasi perusahaan batu bara di tanah air menolak usul tersebut. Usulan APBI (Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia) untuk harga batu bara DMO adalah USD 85 per metrik ton. ’’Harga komoditas batu bara sangat volatile,’’ kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia.
(vir/c4/fal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: