Bea CUkai Gagalkan Penyelundupan Benih Lobster
TANGERANG – Petugas Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta menggagalkan upaya penyelundupan 86 ribu ekor benih udang lobster kemarin (23/2). Udang-udang kecil tersebut dikemas dalam 5 buah koper dan rencananya akan diterbangkan ke Vietnam.
Udang-udang yang masih menggeliat dalam kantong plastik tersebut dipamerkan di kantor Bea Cukai. Disaksikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
Jumlah totalnya adalah 86.489 ekor. Menurut Bea Cukai, nilainya hampir Rp. 14,4 miliar. Namun menurut Susi, jumlah tersebut hanya separuh dari potensi pendapatan jika udang-udang tersebut telah besar dan siap dimasak. “Lobster mutiara seberat 1,5 kg saja harganya antara Rp. 1,5 sampai 2 juta,” kata Susi. Sehingga jika ditotal, kerugian potensial adalah sekitar Rp. 30 miliar.
Tim Balai Besar Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta I bersama Avsec Soetta awalnya menemukan 1 unit koper berisi 14.507 ekor benih lobster bernilai Rp2,9 miliar yang dikemas dalam 32 kantong di Terminal 2D Keberangkatan Internasional.
Berdasarkan penemuan tersebut, kemudian dilakukan pemeriksaan lanjutan dan kembali ditemukan 4 unit koper lainnya berisi 71.982 ekor benih lobster yang dikemas dalam 193 kantong. Benih lobster senilai hampir Rp14,4 miliar tersebut telah dimuat dalam pesawat Lion Air nomor penerbangan JT0162 yang akan diberangkatkan ke Singapura.
Ada 5 orang yang ditangkap. Satu pengendali jaringan berinisial PMW, dan 4 orang kurirnya, yaitu YYA, AJ, PF, MRW. Menkeu Sri Mulyani mengatakan, modus yang dipakai, satu orang bertugas untuk melakukan diversi dengan mengecoh petugas, sementara 4 lainnya mengamankan barang ke dalam pesawat.
Meskipun pesawat sudah siap berangkat, Sri memuji keberanian petugas Avsec dan Bea Cukai untuk masuk ke pesawat dan menunda keberangkatan.
Para pelaku terancam hukuman sesuai pasal 102A huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Kepabeanan dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Benih lobster termasuk dalam jenis hasil laut yang dilarang penangkapannya berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 56 tahun 2016 tentang larangan penangkapan dan/atau pengeluaran lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portinus Pelagicus spp.) dari wilayah Republik Indonesia.
Susi mengatakan, Bibit lobster belum bisa dikembangbiakkan secara alami. Jika benihnya dibiarkan terbang ke luar negeri, maka indonesia akan mengulang kesalahan yang sama dengan tragedi ikan sidat. ”Ikan sidat sudah punah karena glass eels-nya (benih sidat) dulu diizinkan untuk diekspor juga untuk budidaya. Akhirnya terputuslah mata rantai kehidupan ikan sidat itu. Di laut dan muara tidak ada lagi,” kata Susi.
Susi tidak ingin hal yang sama terjadi pada stok lobster yang sekarang mulai mengalami penurunan akibat eksploitasi ekspor benih lobster. ”Dulu di daerah saya di Cilacap, Gombong, Pelabuhan Ratu, daerah Jawa Timur, Pacitan, itu di setiap daerah itu tidak kurang 1 ton sehari (tangkapan lobster). Sekarang lihat lobster 50 kg sudah (terbilang) banyak,” kenangnya lagi.
Susi menambahkan, saat ini sudah ada bahasa orang indonesia tidak kuat makan lobster karena terlalu mahal. Harga di pasaran, 1 kg lobster adalah Rp. 1 juta, yang hijau Rp. 500 ribu, sementara dagingnya cuma 40% dari besar cangkangnya. ”Nanti lama-lama indonesia mau makan lobster pun harus impor. Jadi daripada makan lobster satu kilo mending makan ayam 10 kg, atau ikan dapat 20 kg, itu perbandingannya,” paparnya.
(tau)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: