Margin Kecil Picu Kelangkaan Premium, Kuota Premium Provinsi Jambi 230.278 KL
JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) terus mengawasi distribusi bahan bakar minyak (BBM). Hasilnya, masyarakat di sejumlah wilayah mulai kesulitan mendapatkan BBM jenis premium. Misalnya, di Riau, Bandar Lampung, dan Sumenep.
Anggota Komite BPH Migas Hendry Achmad menyatakan, ada beberapa wilayah yang kesulitan pasokan premium. Indikasi di lapangan, ada kekhawatiran upaya mengurangi pasokan hingga akhir tahun. ”Premium marginnya kecil. SPBU yang pasti pas marginnya Rp 280,00 per liter. Pertalite Rp 400,00 per liter,” ucapnya kemarin (7/3).
Pihaknya mengkhawatirkan margin yang minim tersebut membuat beberapa SPBU mulai mengurangi penjualan premium dan beralih ke pertalite. ”Beberapa wilayah timbul gejolak. Di Riau demo mahasiswa duduki DPRD karena premium sulit dan pertalite mahal,” katanya.
BPH Migas telah berkoordinasi dengan Pertamina untuk mengevaluasi kebijakan penyaluran BBM. Kuota yang sudah ditetapkan diharapkan bisa disalurkan. Pada 2017 kuota premium di luar Jawa, Madura, dan Bali ditetapkan 12 juta kiloliter. Untuk 2018, kuota premium diturunkan menjadi 7,5 juta kiloliter.
”Realisasi 2017 untuk premium 5 juta kiloliter kami lebihkan jadi 7,5 juta kiloliter. Semakin sadar bahwa performa mesin di atas 2017 (RON-nya) di atas 90. Minimal 90,” ujar Hendry.
Sementara itu, lanjut dia, di Sumenep terjadi penyimpangan BBM satu harga. ”BBM satu harga di Pulau Sapudi fasilitasnya belum dibangun, distribusi yang dilaporkan selalu lancar. BBM ternyata dijual ke pengepul-pengepul Rp 9 ribu hingga Rp 10 ribu per liter,” ungkapnya.
Dua APMS sarana sudah siap dioperasikan. Namun, ternyata pendistribusiannya tidak menggunakan APMS, melainkan dijual lagi ke pengepul, pengecer, lalu ke masyarakat dengan harga yang jauh lebih mahal. BPH migas akan menindak tegas dua APMS nakal tersebut. Sebab, mereka telah terbukti melanggar kontrak yang disepakati dengan Pertamina.
Anggota Komite BPH Migas Ibnu Fajar menjelaskan, kelangkaan pemium terjadi karena ada kenaikan harga BBM nonsubsidi seperti pertalite dan pertamax. SPBU di beberapa wilayah lebih memilih menjual BBM nonsubsidi karena marginnya lebih tinggi. ”Jadi, ada penurunan volume premium yang dijual di SPBU karena disparitas harga yang tinggi. Itu kemungkinan diduga ada pengecer yang membeli dari SPBU, kemudian dijual lagi. Karena disparitasnya tinggi, keuntungannya lebih besar,” ungkapnya.
Jika memang ditemukan pelanggaran, pihaknya akan memberikan sanksi tegas. Antara lain, izin sebagai penyalur BBM penugasan maupun subsidi dihentikan.
Region Manager Communication & CSR Pertamina Sumbagsel, Hermansyah Y. Nasroen mengatakan, Pertamina menyalurkan BBM jenis premium sesuai dengan kuota dan permintaan. Untuk tahun 2018 Kuota BBM penugasan premium Provinsi Jambi sebesar 230.278 KL, sedangkan pada tahun 2017 lalu BBM penugasan premium Provinsi Jambi seebsar 413.397 KL.
“Secara kuota iya ada penurunan, volume kuota kan ditentukan pemerintah,” tegasnya.
(vir/c20/fal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: