>

Dua Cakada Kota Malang Tersangka, Hasil Pengembangan Kasus Suap Pembahasan APBD

Dua Cakada Kota Malang Tersangka, Hasil Pengembangan Kasus Suap Pembahasan APBD

JAKARTA - Calon kepala daerah (cakada) yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertambah. Lembaga superbodi itu kemarin (21/3) mengumumkan penetapan tersangka dua cakada yang bertarung di Pemilihan Wali Kota (Pilawalkot) Malang, M. Anton dan Ya\'qud Ananda Gudban. Keduanya menjadi tersangka suap pembahasan APBD Perubahan (APBD-P) Kota Malang 2015.

Dengan begitu, saat ini total sudah delapan cakada yang berstatus tersangka. Selain Anton dan Nanda, enam cakada telah ditetapkan tersangka oleh KPK. Mereka adalah Ahmad Hidayat Mus (calon gubernur/cagub Maluku Utara), Asrun (cagub Sulawesi Tenggara), Mustafa (cagub Lampung), Marianus Sae (cagub NTT), Imas Aryumningsih (cabup Subang), dan Nyono Suharli Wihandoko (cabup Jombang). Selain Anton, Nanda, dan Hidayat, tersangka cakada lainnnya ditetapkan setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT).

Dalam pilwalkot Malang, Anton merupakan calon petahana yang berpasangan dengan Syamsul Mahmud. Pasangan calon (paslon) tersebut diusung dua partai, yakni PKB dan PKS. Sedangkan Nanda diusung PDIP, PAN, PPP, Nasdem, dan Hanura berpasangan dengan Ahmad Wanedi. Kedua paslon tersebut sama-sama kuat di pilwalkot Malang.

Berbeda dengan cakada lain, Anton dan Nanda ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK mengembangkan perkara yang sebagian alat buktinya diperoleh dari fakta persidangan. Anton yang merupakan wali kota Malang (nonaktif) itu diduga sebagai pemberi suap terhadap 18 anggota DPRD. Salah satunya, Nanda yang merupakan ketua Fraksi Hanura-PKS di DPRD setempat.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, dari fakta persidangan dan pengumpulan keterangan para saksi, Anton diduga bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang Jarot Edy Sulistyono memberi uang suap Rp 700 juta kepada para pimpinan DPRD dan anggota dewan setempat. Suap yang dikenal dengan istilah \"pokir\" (pokok pikiran) itu sebagai pelicin pembahasan APBD-P 2015.

Sebelum menetapkan 19 tersangka baru, KPK lebih dulu memproses Ketua DPRD Kota Malang M. Arief Wicaksono (periode 2014-2019) dan Jarot sebagai tersangka pada Agustus tahun lalu. Keduanya pun sudah masuk penuntutan. Dalam persidangan Jarot mengungkap nama-nama pimpinan DPRD dan anggota dewan lain yang diduga menerima uang \"pokir\" tersebut. \"Kasus ini menunjukan bagaimana korupsi dilakukan secara masal,\" ujar Basaria di gedung KPK, kemarin.

Selain Anton dan Nanda, 17 tersangka yang terdiri dari pimpinan dan anggota DPRD ikut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Di antaranya, dua wakil ketua DPRD M. Zainuddin (PKB) dan Wiwik Hendri Astuti (Demokrat). Ada pula empat pimpinan fraksi, Suprapto (PDIP), Sahrawi (PKB), Mohan Katelu (PAN), dan Salamet (Gerindra).

Bukan hanya itu, ada pula Sulik Lestyowati, Abdul Hakim, Bambang Sumarto, Imam Fauzi, Syaiful Rusdi, Tri Yudiani, Heri Pudji Utami, Hery Subianto, Rahayu Sugiarti, Sukarno, dan Abdul Rachman. Hanya, dalam rilis itu, KPK belum bisa membeberkan berapa nominal uang suap yang diterima masing-masing anggota dewan. \"Ini sebenarnya sudah ada (perincian uang yang diterima) tapi saya tidak hafal orang per orang,\" ungkap Basaria.

Terkait dengan dua cakada Pilwalkot Malang yang masuk dalam daftar tersangka, Basaria menegaskan pihaknya tidak memiliki pemikiran tentang latar belakang tersangka sebagai peserta pilkada. Menurut dia, penetapan tersangka tersebut merupakan hasil pengembangan perkara. \"Tidak ada sedikitpun apakah yang bersangkutan (Anton dan Ananda) mengikuti hal-hal lain, misalnya pilkada,\" tegas purnawirawan perwira polisi tersebut.

(tyo/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: